Senin, 27 September 2010

Berkelana di Taman Langit


BERKELANA DITAMAN langit
Kajian Bermujahadah, Istighotsah Dan Berdoa
Soal : Apakah mengangkat tangan dalam berdoa itu ada dasarnya dalam syariat Islam?
Jawab : Dalam ajaran Islam, ada perintah bahwa kita sebagai manusia diwajibkan untuk selalu memohon kepada Allah SWT, bahkan bila kita tidak mau memohon atau berdoa maka kita dibenci oleh Nya, dan dianggap sebagai orang yang sombong.
3292 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّه عَنْه عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال:َ لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ

رواه الترمذي فى كتاب الدعوات

“Dari Abi Hurairoh, Nabi SAW bersabda: Tiada sesuatu paling membanggakan Allah selain do’a” (HR Tirmizi 3292)
Dalam berdoa atau memohon itu ada Adab atau Sopan santun yang telah diajarkan oleh Nabi SAW (lihat buku penulis “Mengatasi Masalah Dengan Do’a”) diantaranya adalah dengan mengangkat kedua tangan (menurut sebagian ulama mengatakan: Hadits yang menerangkan bedo’a dengan mengangkat kedua tangan berjumlah sekitar seratus hadits; lihat Nawawi di Tadribur Rowi) diantaranya adalah hadits berikut dan kami anggap telah cukup menunjukan bahwa Rasulullah SAW berdo’a sambil mengangkat kedua tanganya :
عن أبي حميد الساعدي قال: استعمل رسول الله صلى الله عليه وسلم رجلا من الأسد يقال له بن اللتبية (قال عمرو وابن أبي عمر على الصدقة) فلما قدم قال: هذا لكم وهذا لي أهدي لي، قال: فقام رسول الله صلى الله عليه وسلم على المنبر، فحمد الله وأثنى عليه وقال: ما بال عامل أبعثه فيقول هذا لكم وهذا أهدي لي، أفلا قعد في بيت أبيه أو في بيت أمه حتى ينظر أيهدى إليه أم لا، والذي نفس محمد بيده لا ينال أحد منكم منها شيئا إلا جاء به يوم القيامة يحمله على عنقه بعير له رغاء أو بقرة لها خوار أو شاة تيعر. ثم رفع يديه حتى رأينا عفرتي إبطيه، ثم قال: اللهم هل بلغت مرتين
صحيح مسلم ج: 3 ص: 1463
“Dari Abi Humaid Assaidi berkata: Rasulullah SAW mempekerjakan seorang dari suku Al Asad bernama Ibnu Lutbiyah (sebagai Amil yang menarik Zakat), dan ketika datang (melapor) dia berkata: Ini (hasil Zakat) untuk kalian dan ini untukku karena dihadiahkan untukku. Maka berrdidirlah Rasulullah SAW diatas mimbar berpidato: dimulai dari memuji Allah dan menggungkanNya, Kenapa seorang Amil yang saya utus untuk menarik Zakat mengatakan: ini untuk kalian dan ini untukku karena dihadiahkan untuku, seandainya dia berada di rumah bapak atau ibunya apakah akan mendapat hadiah apa tidak? Demi Dzat yang jiwa Muhammad dalam kekuasaanNya, kalian tidak akan mendapatkan sesuatu kecuali nanti di harri kiamat berupa unta yang menjerit atau sapi yang menlenguh atau kambing yang mengembik. Kemudian Rasulullah SAW mengangkat kedua tanganya (bedo’a) sehingga kita melihat rambut ketiaknya berkata: Ya Allah apakah aku telah menyampaikan (ajaran Mu). Dua kali” (HR Muslim 3:1463)
عن أنس عن النبي صلى الله عليه وسلم رفع يديه حتى رأيت بياض إبطيه
صحيح البخاري ج: 5 ص: 2335

“Dari Anas berkata bahwasanya Nabi SAW mengangkat kedua tangan (bedo’a) sehingga saya melihat warna putih ketiak beliau” (HR Bukhori 5:2335)

عن إسماعيل بن عبد الله بن جعفر بن أبي طالب عن أبيه قال: لما نظر رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى رحمة هابطة، قال: ادعوا لي ادعوا لي، فقالت صفية: من يا رسول الله، قال: أهل بيتي عليا وفاطمة والحسن والحسين، فجيء بهم، فألقى عليهم النبي صلى الله عليه وسلم كساءه ثم رفع يديه ثم قال: اللهم هؤلاء آلي فصل على محمد وعلى آل محمد، وأنزل الله عز وجل (إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا).
المستدرك على الصحيحين ج: 3 ص: 159
“Dari Ismail Ibn Abdullah Ibn Ja’far Ibn Abi Tholib dari bapaknya berkata: ketika Rasulullah SAW melihat rahmat (Allah) turun beliau berkata: panggilah kesini, panggillah kesini, Shofiyah (isteri beliau) bertanya: siapa wahai Rasulullah, beliau berkata: Keluargaku, Ali, Fatimah, Hasan dan Husein. Maka mereka didatangkan, dan Nabi SAW melemparkan sarungnya kepada mereka seraya mengangkat kedua tangan bedo’a: Allahumma mereka adalah keluargaku, maka berilah rahmat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad. Kemudian Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat (QS AlAhzab 33:33) Sesungguhnya Allah hendak bermaksud menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih bersihnya” (HR Hakim 3:159)
Dalam beberapa hadits diatas diceritakan bahwa Rasulullah SAW berdoa dan mengangkat tangan itu tidak hanya pada peristiwa sholat istisqo, namun dalam berbagai kesempatan berdoa beliau selalu mengangkat kedua tangannya. Sehingga bila kita katakan bahwa Nabi SAW mengangkat tangan hanya dalam berdoa untuk minta hujan adalah kurang benar.
Soal : Apakah setelah selesai menengadahkan tangan dalam berdoa ada dasar yang menunjukan untuk mengusap wajah dengan kedua tangan tersebut?
Jawab : menurut Adab dan Sopan Santun dalam berdo’a, bila kita selesai menengadahkan tangan kemudia kedua tangan tersebut kita usapkan ke wajah, hal itu kita lakukan dengan mengharap (Tafa’ul) bahwa Allah telah menurunkan Rahmat dan Barokah Nya ke tangan kita yang tadinya kita julurkan memohon ke hadiratNya kemudian dengan penuh keyakinan kita usapkan semua rahmat dan barokah tersebut ke wajah kita yang merupakan anggota badan paling mulia. Sedangkan dalil yang mendasari mengusapkan kedua tangan ke wajah adalah sebagai beikut:
عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا رفع يديه في الدعاء لم يحطهما حتى يمسح بهما وجهه
سنن الترمذي ج: 5 ص: 463
“Dari Umar Ibn Khotob bekata: Rasulullah SAW ketika bedo’a dengan mengangkat kedua tangan tidak diletakkan kembali sampai diusapkan ke wajah beliau” (HR Tirmidzi 5:463, Hakim 1:719)
عن بن عباس رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إذا سألتم الله فاسئلوه ببطون أكفكم ولا تسألوه بظهورها وامسحوا بها وجوهكم
المستدرك على الصحيحين ج: 1 ص: 719
“Dari Ibnu Abbas RA berkata,bersabda Rasulullah SAW: Bila kalian berdo’a memohon kepada Allah maka mintalah dengan menengadahkan telapak tangan dan janganlah memohon dengan punggung telapak tangan, kemudian usapkanlah telapak tangan tersebuit ke wajah kalian” (HR Hakim 1:719)
Soal : Dalam melakukan do’a dan kita menjadi makmum apa yang harus kita ucapkan?
Jawab : Bila secara berjamaah kita berdoa, maka yang kita lakukan adalah menjadikan seseorang dari kita (yang menurut kita) paling bersih dari maksiat atau paling sedikit pelanggaran dosanya dan paling tahu atau mengerti tentang agama untuk memimpin do’a tersebut sedangkan yang lain cukup membaca Amin sebagai persetujuan kita atas do’a yang diajukan oleh pemimpin atau imam tersebut, dasarnya adalah hadits Nabi SAW berikut ini:
عن حبيب بن مسلمة الفهري وكان مجاب الدعوة أنه أمر على جيش فدرب الدروب فلما أتى العدو قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: لا يجتمع ملأ فيدعو بعضهم ويؤمن البعض إلا أجابهم الله ثم إنه حمد الله وأثنى عليه ثم قال اللهم احقن دماءنا واجعل أجورنا أجور الشهداء فبينما هم على ذلك إذ نزل الهنباط أمير العدو فدخل على حبيب سرادقه
المستدرك على الصحيحين ج: 3 ص: 390 المعجم الكبير ج: 4 ص: 21
“Dari Habib Ibn Maslamah, dia adalah orang yang mustajab do’anya, dia memimpin pasukan perang, kemudian memasuki wilayah musuh, dia berkata : saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: kaum yeng berkumpul kemudian sebagian berdo’a dan yang lain meng-amini maka do’a terebut dikabulkan oleh Allah. Dia memuji dan mengagungkan Allah dan berdo’a: Allahumma lindungilah darah darah kami, jadikanlah pahala kami seperti pahala para Syuhada. Maka saat mereka seperti itu datanglah untuk menyerah Jenderal pemimpin pasukan musuh dan masuk ke kemah Habib” (HR Hakim 3:390, dan Thobroni 4:21)
Yang memimpin do’a dalam hadits ini adalah pemimpin pasukan jadi bukan sembarang orang, sedang para pasukan hanya sekedar meng-amini dan do’anya dikabulkan oleh Allah, yaitu tanpa petempuran perang sudah terselesaikan dengan menyerahnya Jenderal pimpinan pasukan musuh, akhinya pasukan Islam mendapat pahala para Syuhada tanpa harus betempur seperti permohonan panglimanya, Habib Ibn Maslamah.
Sedang hadits berikut adalah pernyataan Rasulullah SAW yang memberitahu bahwa orang Yahudi merasa iri atas amaliah ummat Islam yang berupa Salam dan Ucapan Amin ketika berdo’a, yang mana kedua duanya merupakan sarana menjalin persaudaraan dan kesatuan, dalam ajaran Nabi SAW yang lain kita dimotivasi kalau ingin saling mempererat persaudaraan dan saling mencinta maka sebarkanlah salam diantara kita.
عن بن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ما حسدتكم اليهود على شيء ما حسدتكم على آمين فأكثروا من قول آمين
سنن ابن ماجه ج: 1 ص: 279
“Dai Ibnu Abbas berkata, bersabda Rasulullah SAW: Orang Yahudi itu hasud / iri atas kalian tidak seperti irinya terhadap ucapan Amin, maka perbanyaklah ucapan Amin” (HR Ibnu Majah 1:279)
عن عائشة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ما حسدتكم اليهود على شيء ما حسدتكم على السلام والتأمين
سنن ابن ماجه ج: 1 ص: 278 ، مصباح الزجاجة ج: 1 ص: 106
هذا إسناد صحيح احتج مسلم بجميع رواته رواه أحمد في مسنده وابن خزيمة في صحيحه والطبراني ورواه البيهقي في سننه الكبرى من طريق محمد بن الأشعث عن عائشة أتم منه
“Dai Ibnu Abbas berkata, bersabda Rasulullah SAW: Orang Yahudi itu hasud / iri atas kalian tidak ada seperti irinya terhadap ucapan salam dan Amin” (HR Ibnu Majah 1:278, Misbah Zujajah 1:106 dikatakan ini sanad shahih sesuai syarat Muslim, juga diriwayatka oleh Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Thobroni dan Al Baihaqi)
عن أنس بن مالك أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: إن اليهود يحسدونكم على السلام والتأمين
الأحاديث المختارة ج: 5 ص: 107
“Dari Anas Ibn Malik berkata bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Orang Yahudi iri terhadap kalian pada Salam dan Ucapan Amin” (Ahadits Mukhtaroh 5:107)
Soal : Sekarang marak dilakukan oleh ummat Islam baik dikota maupun didesa, kegiatan yang disebut dengan Mujahadah, Istighosah atau do’a bersama, dan diikuti banyak orang, apa hikmah dan dasar dari pelaksanaan tersebut?
Jawab : Didalam pelaksanaan Mujahadah, Istighosah ataupun Do’a Besama merupakan Majlis Dzikir, dimana majlis ini selalu disebut sebuah kegiatan yang paling disenengi oleh Allah SWT. Sedangkan yang termasuk dalam kegiatan Majlis Dzikir adalah kegiatan tersebut atau Mujahadah, Istighosah, doa bersama karena berisi Dzikir (mengingat Allah), Sholat (segala macam sholat sunnah termasuk Dzikir, apalagi sholat fardlu), Baca Alqur’an (termasuk belajar tafsirnya dan cara bacanya), Tahlil (membaca kalimat Lailaha illa Allah), Tasbih (membaca Subhanallah), Takbir (membaca Allahu Akbar), Istighfar (membaca Astaghfirullah), Tahmid (membaca Alhamdulillah) dan lain sebagainya yang merupakan pengagungan Allah. Termasuk dalam Dzikir adalah beberapa Tausiyah, Mauidloh Hasanah, Pengajian Agama atau ceramah yang ada didalam kegiatan tersebut. Dimana dikatakan dalam hadits berikut bahwa kaum yang melakukan secara bersama sama berdzikir kepada Allah maka akan memperoleh hal berikut ini:
1. Perlindungan dari Allah melalui malaikat yang ditugasi untuk mengontrol mereka yang sedang melakukan dzikir.
2. Memperoleh Rahmat Allah yang dibawa leh para malaikat.
3. Mendapat ketentraman dan kedamaian dihati.
4. Namanya disebut sebut oleh Allah dihadapan para malaikat
5. Lebih terkabulkan do’anya, dibandingkan dengan bedo’a sendirian. Apa yang diminta akan mudah diperoleh.
6. Semua yang hadir dianggap sama tidak ada yang dibedakan oleh Allah, sehingga seorang sopir yang sedang mengantar majikanyapun dianggap jamaah peserta dzikir tersebut. Inilah keuntungan Dzikir atau Doa bersama bagi yang merasa takut karena berlumuran doa atau terlalu banyak kesalahanya maka dianggap sebagai peserta do’a dan sama dengan yang lain.
7. Majlis dzikir dinyatakan oleh Rasulullah SAW sebagai Raudloh atau Taman dari pertamanan yang ada di Sorga, sehingga kita untuk bersenang senang berada dalam taman sorgawi.
8. Kita selalu didesak oleh Rasulullah SAW untuk selalu berada di Majlis Dzikir baik pagi maupun sore, karena akan memdapatkan kedamaian sebagaimana kalau kita beada dalam taman yang idah nan pemai.
9. Kita disebut sebagai Ahlul Karom atau sebagai Dermawan, tanpa mengeluarkan harta tapi kita bisa termasuk dermawan yang nilainya tinggi sekali.
10. Kita dijanjikan oleh Rasulullah SAW bahwa akan memperoleh Sorga, sebagaimana harapan setiap muslim adalah bisa masuk atau memperoleh Sorga Allah.
11. Diampuni dosa dosanya, kaena dalam dzikir itu ada permohonan ampun kepada Allah atas dosa yang pernah dilakukan.
12. Kesalahanya telah diganti dengan pahala amal kebaikan.
13. Bisa untuk standar kedudukan seseorang disisi Allah, siapa yang paling sering melakukan dzikir dengan ikhlas maka dialah orang yang berkedudukan tinggi di sisi Allah.
14. Allah memberi balasan lebih baik dariyang kita lakukan dalam dzikir tersebut, bila kita dzikir sendirian maka Allah akan menyebut nama kita di DzatNya, namun bila dengan orang banyak maka Allahpun akan menyebut nyebut kita didepan para malaikat, dan bila kita datang dengan jalan kaki maka Allah sudah mendahului lebih cepat lagi, danbila kita mendekat kepada Allah sejengkal maka Allah mendekat selengan dan seterusnya.
15. Allah dalam memberi ampunan lebih cepat, maksudnya kita belum mengucap minta ampun denganberistighfarpun Allah telah mengampuninya.
Begitulah kira kira hikmah dari Mujahadah, Istighosah, Dzikir atau Do’a bersama yang sekarang menjadi tren di dasa warsa ini, semoga menjadi semakin semarak dan ditunjang dengan keikhlasan para peserta maupun penyelenggara. Dan untuk lebih mendalami hikmah dzikir bersama tersebut mari kita simak bersama hadits Rasulullah SAW berikut:
عن أبي هريرة وأبي سعيد الخدري أنهما شهدا على النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: لا يقعد قوم يذكرون الله عز وجل إلا حفتهم الملائكة وغشيتهم الرحمة ونزلت عليهم السكينة وذكرهم الله فيمن عنده
صحيح مسلم ج: 4 ص: 2074 سنن الترمذي ج: 5 ص: 459
“Dari Abi Hurairah dan Abi Said AL Khudri mereka menghadiri Nabi SAW sewaktu berkata: suatu Kaum yang duduk berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla maka akan dilindungi oleh malaikat dan ditutupi rahmat serta diturunkan atasnya kedamaian, begitupula Allah akan menyebut nyebut meeka dihadapan para malaikat yang ada disisiNya” (HR Muslim 4:2074, dan Tirmidzi 5:459)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ِإنَّ لِلَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى مَلائِكَةً سَيَّارَةً فُضُلا, يَتَتَبَّعُونَ مَجَالِسَ الذِّكْرِ, فَإِذَا وَجَدُوا مَجْلِسًا فِيهِ ذِكْرٌ قَعَدُوا مَعَهُمْ وَحَفَّ بَعْضُهُمْ بَعْضًا بِأَجْنِحَتِهِمْ حَتَّى يَمْلَئُوا مَا بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ السَّمَاءِ الدُّنْيَا, فَإِذَا تَفَرَّقُوا عَرَجُوا وَصَعِدُوا إِلَى السَّمَاءِ, قَالَ: فَيَسْأَلُهُمُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ: مِنْ أَيْنَ جِئْتُمْ؟ فَيَقُولُونَ: جِئْنَا مِنْ عِنْدِ عِبَادٍ لَكَ فِي الأَرْضِ يُسَبِّحُونَكَ وَيُكَبِّرُونَكَ وَيُهَلِّلُونَكَ وَيَحْمَدُونَكَ وَيَسْأَلُونَكَ, قَالَ: وَمَاذَا يَسْأَلُونِي؟ قَالُوا: يَسْأَلُونَكَ جَنَّتَكَ, قَالَ: وَهَلْ رَأَوْا جَنَّتِي؟ قَالُوا: لا أَيْ رَبِّ, قَالَ: فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْا جَنَّتِي؟ قَالُوا: وَيَسْتَجِيرُونَكَ, قَالَ: وَمِمَّ يَسْتَجِيرُونَنِي, قَالُوا: مِنْ نَارِكَ يَا رَبِّ, قَالَ: وَهَلْ رَأَوْا نَارِي؟ قَالُوا لا, قَالَ: فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْا نَارِي؟ قَالُوا: وَيَسْتَغْفِرُونَكَ, قَالَ: فَيَقُولُ: قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ, فَأَعْطَيْتُهُمْ مَا سَأَلُوا, وَأَجَرْتُهُمْ مِمَّا اسْتَجَارُوا, قَالَ: فَيَقُولُونَ: رَبِّ فِيهِمْ فُلانٌ, عَبْدٌ خَطَّاءٌ, إِنَّمَا مَرَّ فَجَلَسَ مَعَهُمْ, قَالَ: فَيَقُولُ: وَلَهُ غَفَرْتُ, هُمُ الْقَوْمُ, لا يَشْقَى بِهِمْ جَلِيسُهُمْ
صحيح مسلم ج: 4 ص: 2069
“Dari AbuHuraioh, dari Nabi SAW berkata: Alloh memiliki malaikat yang bertugas keliling, meneliti dan mencari majlis dzikir, bila mereka menemukannya, mereka duduk bersama sambil menutupi majlis dengan sayap, hingga memenuhi majlis sampai ke langit. Bila telah selesai, malaikat kembali menghadap Alloh SWT, mereka di tanya: Dari mana kalian? mereka menjawab: Kami datang dari hamba-hambaMu dibumi yang sedang membaca tasbih, takbir, tahlil dan tahmid serta berdo’a. Alloh menanyakan: Apa yang mereka minta? dijawab: Mereka meminta sorga. Alloh bertanya: Apakah mereka pernah melihat sorga-Ku? Mereka menjawab: dan mereka berlindung kepada-Mu. Alloh bertanya: dari apa mereka berlindung kepada-Ku? Mereka menjawab: dari neraka-Mu. Alloh bertanya: Apakah mereka pernah melihat neraka-Ku? Meraka menjawab: Tidak. Allah bertanya: Bagaimana seandainya mereka melihatnya? Mereka menjawab: dan mereka meminta ampunan-Mu. Nabi berkata: Allah berfirman: Telah Aku ampuni mereka semua dan Aku berikan semua permintaan dan Aku lindungi mereka. Nabi bercerita; Malaikat berkata: Ya Allah diantara mereka ada si Pulan, orang yang banyak salahnya, dia hanya sekedar lewat dan duduk bersama mereka. Nabi bercerita; Alloh berfirman: dan diapun telah Aku ampuni karena dia termasuk mereka, seseorang tidak akan mencelakakan temannya “ (HR. Muslim : 4:2069)
عن أبي سعيد الخدري أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال يقول الله جل وعلا سيعلم أهل الجمع من أهل الكرم فقيل من أهل الكرم يا رسول الله قال أهل مجالس الذكر في المساجد
موارد الظمآن ج: 1 ص: 576
“Dari Abi Said AL Khudri, bahwasanya Rasulullah SAW berkata: berfirman Allah Azza wa Jalla: Orang orang yang berkumpul di padang Mahsyar (Ahlul Jam’i) akan mengenal siapa yang paling dermawan? Ditanyakan: Siapa mereka Ya Rasulullah ? jawab beliau : meeka adalah orang yang biasa mengikuti majlis Dzikir di masjid masjid” (Mawaridu Dlom’an 1:576)
وعن أنس بن مالك عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال ما من قوم اجتمعوا يذكرون الله عز وجل لا يريدون بذلك إلا وجهه إلا ناداهم مناد من السماء أن قوموا مغفورا لكم فقد بدلت سيئاتكم حسنات
مجمع الزوائد ج: 10 ص: 76، مصنف ابن أبي شيبة ج: 7 ص: 244 عن سهل بن حنظلة
“Dari Anas Ibvn Malik dari Rasulullah SAW bersabda: jika ada suatu kaum berkumpul berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla mereka hanya menginginkan keridloan Nya, maka ada yang memanggil mangigil dari langit berdirilah kalian karena telah terampuni dosa kalian, dan kesalahan kalian telah diganti dengan amal kebaikan” (Majma Zawaid 10:76, dan Ibnu Abi Syaibah 7:244 dari Sahl Ibnn Handlolah)
عن جابر بن عبد الله قال: خرج علينا النبي صلى الله عليه وسلم فقال: يا أيها الناس إن لله سرايا من الملائكة تحل وتقف على مجالس الذكر في الأرض، فارتعوا في رياض الجنة، قالوا: وأين رياض الجنة؟ قال: مجالس الذكر، فاغدوا وروحوا في ذكر الله وذكروه أنفسكم، من كان يحب أن يعلم منزلته عند الله فلينظر كيف منزلة الله عنده فإن الله ينزل العبد منه حيث أنزله من نفسه،
المستدرك على الصحيحين ج: 1 ص: 671
“Dari Jabir Ibn Abdillah berkata: Rasulullah SAW datang kepada kita seraya mengatakan: Hai orang orang, bahwa Allah memiliki sekelompok malaikat yang selalu mempati dan berhenti jika ada majlis dzikir di bumi ini, maka bersenang senanglah kalian di taman sorga, mereka menanyakan: dimana taman sorga? Jawab beliau: di Majlis majlis dzikir, bergilah pagi dan sore untuk berdziki kepada Allah, dan selalu ingatlah Allah pada diri kalian, barang siapa ingin mengetahui kedudukanya disisi Allah, maka lihatlah bagaimana kedudukan Allah pada dirinya, sesungguhnya Allah menempatkan seseorang sebagaimana orang tersebut menempatkan Allah di hatinya.” (HR Hakim 1:671)
عن عبد الله بن عمرو قال قلت: يا رسول الله ما غنيمة مجالس الذكر قال: غنيمة مجالس الذكر الجنة الجنة
مسند أحمد ج: 2 ص: 177
“Dari Abdullah Ibn Amr berkata: aku bertanya: Wahai Rosullullah, apa yang diperoleh dalam Majlis Dzikir? Jawab beliau: yang diperoleh dalam Majlis dzikir adalah Sorga, Sorga” (HR Ahmad 2:177)
عن أنس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول الله: يا ابن آدم إن ذكرتني في نفسك ذكرتك في نفسي، وإن ذكرتني في ملأ ذكرتك في ملأ خير منه، وإن دنوت مني شبرا دنوت منك ذراعا، وإن دنوت مني ذراعا دنوت منك باعا، وإن أتيتني تمشي أتيتك أهرول، قال قتادة: والله تعالى أسرع بالمغفرة
مجمع الزوائد ج: 10 ص: 78
“Dari Anas berkata, Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT berfirman: Wahai Anak Cucu Adam, bila kau mengingatKu pada diri kamu, maka Aku akan mengingatmu pada diri Kami, bila kamu mengingatKu didepan orang banyak, maka Aku akan mengingatmu didepan orang banyak yang lebih baik, bila kamu mendekat sejengkal, niscaya Aku akan mendekat se lengan, bila engkau mendekat selengan maka Aku akan mendekat se depa, dan bila kamu mendatangiKu dengan jalan kaki , maka Aku akan datang dengan berlari. Qotadah (periwayat hadits) berkata: (maksudnya( Allah lebih cepat dengan memberi pengampunan” (Majma Zawa’id 10:78)
Soal : Apa maksud dan tujuan para jamaah atau peserta Mujahadah tersebut dengan membawa Air putih dalam botol ?
Jawab : Dalam pelaksanaan do’a bersama banyak kita jumpai para peserta yang membawa air putih dalam botol, maksudnya adalah bahwa do’a yang kita mohonkan ke hadlirat Allah SWT bisa kita tampung dengan wasilah air tersebut sebagaimana Rasulullah SAW melakukan dengan air yang dikatakan penuh berkah kedalam bejana yang telah disiapkan. Air tersebut dipakai basuh tangan dan wajah beliau kemudian diludahi, air itu disuruh minum dua sahabat beliau kemudian suruh diusapkan ke wajah hingga leher, bahkan Ummi Salamah dari balik tirai ikut meminta seandainya air tersebut masih. Sehingga air yang telah diberi do’a do’a dan bacaan tersebut disebut dengan air barokah yang bisa digunakan sebagai obat atau sejenisnya. Mari kita perhatikan beberapa hadits berikut:
وقال أبو موسى دعا النبي صلى الله عليه وسلم بقدح فيه ماء فغسل يديه ووجهه فيه ومج فيه ثم قال لهما اشربا منه وأفرغا على وجوهكما ونحوركما
صحيح البخاري ج: 1 ص: 80
“Berkata Abu Musa Nabi SAW meminta bejana yang telah berisi air, beliau membasuh tangan dan wajahnya disitu, kemudian diludahinya air tersebut sambil berkata: Minumlah kalian berdua, dan habiskan untuk mengusap wajah hingga ke leher kalin”(HR Bukhori 1:80)
عن عائشة قالت: رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو يموت وعنده قدح فيه ماء يدخل يده في القدح يمسح وجهه بالماء ثم يقول: اللهم أعني على سكرات الموت
السنن الكبرى ج: 4 ص: 259
“Dari Aisyah berkata: saya lihat Rasulullah SAW dalam sakitnya yang terakhir, disampingnya ada bejana berisi air yang beliau gunakan mengusap wajah dengan air seraya memohon: Allahumma, Bantulah aku dalam menghadapi Sakarotul Maut” (HR Baihaqi 4:259)
عن أبي جحيفة قال: أتيت النبي صلى الله عليه وسلم وهو في قبة حمراء من آدم ورأيت بلالا أخذ وضوء النبي صلى الله عليه وسلم والناس يبتدرون الوضوء فمن أصاب منه شيئا تمسح به ومن لم يصب منه شيئا أخذ من بلل يد صاحبه
صحيح البخاري ج: 5 ص: 2200 صحيح مسلم ج: 1 ص: 360

“Dari Abi Juhaifah berkata:saya mendatangi Nabi SAW didalam kemah merah dari kulit binatang, dan saya lihat Bilal membawa air wudlu Nabi SAW, orang orang pada berebut tetesan wudlu beliau, dan yang memperoleh maka diusapkanya (ketubuh), dan yang tidak memperolehnya dia mengambil dari bekas tangan temanya yang basah” (HR Bukhori 5:2200 dan Muslim 1:360)

عن السائب بن يزيد يقول: ذهبت بي خالتي إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم، فقالت: يا رسول الله، إن بن أختي وجع، فمسح رأسي ودعا لي بالبركة ثم توضأ، فشربت من وضوئه،
صحيح مسلم ج: 4 ص: 1823
“Dari As Saib Ibn Yazid berkata: Bibi ku mengajak pergi ke Rasulullah SAW sambil berkata: Wahai Rasulullah, keponakanku ini punya penyakit, maka beliau mengusap kepalaku dan berdo’a agar aku dapat barokah. Kemudian beliau berwudlu maka aku minum tetesan air wudlunya” (HR Muslim 4:1823)
عن جابر بن عبد الله يقول: مرضت فجاءني رسول الله صلى الله عليه وسلم يعودني وأبو بكر ماشيين فوجدني قد أغمي علي فتوضأ فصبه علي، فأفقت
صحيح ابن خزيمة ج: 1 ص: 56
“Dari Jabir Ibn Abdillah berkata: saya sakit dan Rasulullah SAW bersama Abu Bakar menjengukku dengan berjalan kaki, sedangkan aku tidak sadarkan diri, kemudian beliau mengambil air wadlu dan menuangkan sisa air ke arah saya” (HR Ibnu Khuzaimah 1:56)
Hadits hadits diatas menjadi contoh bahwa air yang telah diberi do’a bisa dimanfaatkan sebagaimana yang diharapkan seperti sebagai obat, sebagai penyubur tanaman atau sebagai penglaris dagangan dan seterusnya. Maka para peserta do’a bersama, Mujahadah, istighosah atau yang datang kepada seorang Ulama dia akan menggunakan air Barokah sebagai wasilah, hal itu sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sebagaimana beliau juga tidak hanya sekedar menggunakan wasilah dengan Air saja, bahkan menggunakan Sorban atau Selayer untuk mendoakan Abu Hurairoh agar tidak pernah lupa apa yang pernah dia dengar dari Rasulullah SAW. Selain itu Rasulullah SAW dan beberapa ahabat pernah mengobati dari bebrbagai penyakit cukup dengan meludahi tempat yang dirasa sakit (lihat bab Media / wasilah dalam berdo’a di buku Mengatasi Masalah Dengan Do’a).

Rabu, 15 September 2010

Bid'ah


BID’AH, dasar dan pemikiran

Merupakan hal yang sangat krusial dan sering menyebabkan benturan yang tidak mengenakkan di masyarakat adalah pemahaman kata bid’ah, dimana istilah ini sering digunakan oleh berbagai kelompok untuk memberikan trade mark atas segala amalan warga NU, mulai dari kegiatan dan amalan seperti usholli, qunut, wirid, bedug dan kenthongan dimasjid, memperingati kematian dengan 7 hari, 40 hari dan seterusnya, haul bagi para sesepuh, perayaan maulid Nabi SAW, dan masih banyak lagi amaliyah yang dianggap Bid’ah, sehingga warga NU dikelompokkan sebagai Ahli Bid’ah, Musyrik bahkan tren yang baru mengatakan bahwa amalan warga NU tersebut telah masuk pada Kufur (predikat yang diberikan oleh sebagian kelompok yang menyebut dirinya salafi atau Wahabi), dan oleh warga NU sendiri dengan rasa sakit, predikat tersebut disimpannya rapat rapat dalam hati, mengingat karena kurangnya penguasaan terhadap referensi atas amaliyah yang dilakukan. Rata rata mereka mempelajari agama dimulai dan diakhiri dengan kitab kuning, yang sebagian besar tidak menyebutkan dasar / dilandasi dengan argumen dari Alqur’an dan Hadits sebagaimana tuntutan mereka yang suka membid’ahkan.
Dalam posisi seperti ini, dengan kultur yang defensive dan tidak mudah untuk menyerang, serta menyalahkan orang lain, mereka hanya diam seakan tidak terusik oleh ungkapan orang lain yang suka memojokkan, walaupun dihati penuh tanda tanya bagaimana menjawabnya?. Kita simak bersama bagaimana sebetulnya bid’ah itu sendiri, dan bagaimana selukbeluk yang ada dan perlu diketahui serta batasan batasannya.
Istilah bid’ah secara bahasa البِدْعَة : بَدَعَ – بِدْعًااِبْتَدَعَ الشَيْئَ Yang mempunyai arti : menciptakan sesuatu yang belum pernah ada.
Atau dengan ungkapan lain : مَا أُحْدِثَ عَلَى غَيْرِ مِثَالٍ سَابِقٍ yang artinya : sesuatu yang baru tanpa ada contoh sebelumya.
untuk mengenal bid’ah secara istilah, kita harus mengkaji terlebih dahulu beberapa teks hadits yang mengurai permasalahan bid’ah, seperti berikut ini:

1.
1436 عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ الله قَال: قَالَ رَسُولُ الله ِصَلَّى الله عليه وسلم: أَمَّا بَعْدٌ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الهَدْىِ هَدْىُ مُحَمَّدٍ، وَشَرَّالأمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.
رواه مسلم في صحيحه
Jabir ibn Abdillah berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Amma ba’du, sebaik baik perkataan adalah kitab Allah, sebaik baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, hal yang paling jelek adalah yang baru (dalam agama), dan setiap bid’ah adalah sesat” (HR Muslim)
Dalam hadits ini dinyatakan bahwa hal yang baru dalam agama (almuhdatsat) disebut dengan bid’ah.

2.
42 عَنِ العِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَة يَقُوْلُ: قَامَ فِينَا رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم ذَاتَ يَوْمٍ، فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيْغَةً، وَجِلَتْ مِنْهَا القُلُوْبُ، وَذَرَفَتْ مِنْهَا العُيُوْنُ، فَقِيْلَ: يَا رَسُوْلَ الله وَعَظْتَنَا مَوْعِظَةَ مُوَدَّعٍ، فَاعْهَدْ عَلَيْنَا بِعَهْدٍ، فَقَالَ : عَلَيكُمْ بِتَقْوَى الله وَالسَّمْعَ وَالطَاعَةَ، وَإِنْ عَبْداً حَبَشِياً، وَسَتَرَوْنَ بَعْدِيْ إِخْتِلاَفاً شَدِيْداً, فَعَلَيْكُمْ بِسُنّتِيْ وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِِيْنَ، عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ, وَإِيَّاكُمْ وَالأُمُوْرَ المُحْدَثَاتِ, فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

رواه ابن ماجه 1/15

Dari Al Irbadl ibn Sariyah berkata: pada suatu hari Rasulullah SAW berdiri dihadapan kita dengan memberi tausiyah / mauidhoh yang menyentuh sehingga menggetarkan hati yang mendengar, membuat air mata mengalir, lantas ada seorang sahabat yang menyatakan: Ya Rasulullah, engkau telah memberi nasehat kepada kami seperti sebuah pamitan, maka berilah kami janji dan pesan. Rasulullah mengatakan: kamu sekalian harus selalu takwa kepada Allah, mendengar dan taat (kepada pemimpin), walaupun pemimpinya adalah seorang sahaya yang hitam (negro). Setelahku nanti kamu akan menjumpai perselisihan pendapat yang hebat, kamu harus menepati ( tetap berpegang) pada Sunnahku dan sunnah kholifah kholifah yang mendapat petunjuk (setelahku), gigitlah dengan gigi geraham (pegang erat erat), dan hindarilah hal hal yang baru, karena setiap bid’ah (hal baru) itu sesat. (HR Ibnu Majah)
Dalam hadits ini diramalkan oleh Rasulallah SAW bahwa akan terjadinya perselisihan dan perpecahan, yang kemudian akan menimbulkan saling kritik dan adu argumentasi, sehingga suatu kelompok menggunakan dalil tertentu dan kelompok lain akan berdalil dengan hujjah yang lain pula, maka dalam kondisi begini dan bila hal itu terjadi kita disuruh berpegang dengan kuat pada Sunnah Nabi dan Sunnah Khulafa al Rosyidin, dan ditekankan untuk menghindari hal hal yang baru yang beliau sebut dengan bid’ah yang dlolalah (tersesat). Dalam hadits ini pula di tekankan untuk berpegang kuat pada sunnah Nabi dan sunnah Khulafa al Rosyidun dan menghindarkan dari yang disebut bid’ah, sehingga bisa dipahami apa yang pernah dilakukan atau diputuskan oleh para khulafa al Rosyidun itu bukan termasuk hal yang bid’ah, bahkan bisa sebagai dalil atau hujjah.

3.
1560 عن جابر بن عبدالله قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول في خطبته: يحمد الله ويثني عليه بما هو اهله، ثم يقول: من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلله فلا هادي له، إن أصدق الحديث كتاب الله، وأحسن الهدى هدى محمد، وشر الأمور محدثاتها, وكل محدثة بدعة, وكل بدعة ضلالة, وكل ضلالة في النار، الحديث
رواه النسائي في صلاة العيدين
Dari Jabir ibn Abdullah berkata: Rasulullah pernah mengatakan dalam khutbahnya, setelah memuji kepada Allah dan mengagungkanya, karena Allah lah yang pantas menerima pujian: Orang yang diberi petunjuk oleh Allah tidak akan ada yang menyesatkanya, dan orang yang disesatkanya maka tidak akan ada yang bisa memberi petunjuk. Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah kitab Allah, dan sebaik baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan sesuatu yang terjelek adalah hal yang baru (dalam Agama), setiap hal yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah tersesat, dan setiap yang tersesat masuk neraka… al hadits. (HR Nasa’i)
Kalau dalam hadits ini dijelaskan dan dipertegas rangkaian dampak negatif yang timbul dari bid’ah itu sendiri, bahwa setiap hal yang baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan setiap yang bid’ah itu tersesat (dlolalah), serta setiap yang dlolalah itu masuk neraka. Dampak seperti ini yang justru dikawatirkan oleh beliau, dengan melakukan hal bid’ah maka seseorang seakan beribadah tapi terjerumus ke neraka.
4.
2601 عن كثير بن عبد الله بن عمرو بن عوف الزني عن أبيه عن جده ، أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لبلال بن الحارث:إعلم، قال: ما أعلم يا رسول الله، قال: إعلم، قال: ما أعلم يا رسول الله، قال: إنه من أحيا سنة من سنتي قد أميتت بعدي فإن له من الأجر مثل من عمل بها من غير أن ينقص من أجورهم شيئا، ومن ابتدع بدعة ضلالة لاترضي الله ورسوله كان عليه مثل أثام من عمل بها لاينقص ذلك من أوزار الناس شيئا.
رواه الترمذي وقال حديث حسن
Dari Kasir ibn Abdillah ibn Amr ibn Auf al Muzani, dari bapaknya, dari kakeknya, Nabi SAW berkata kepada Bilal ibn Harits: Ketahuilah, jawab bilal: Apa yang harus aku ketahui ya Rasulullah? Beliau berkata: ketahuilah, jawab bilal: Apa yang harus aku ketahui ya Rasulullah? Beliau berkata: bahwasanya barang siapa menghidupkan kembali salah satu dari sunnahku yang telah mati setelahku, maka dia akan memperoleh pahala seperti pahala orang yang melakukannya tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala pahala mereka, dan barang siapa mengadakan bid’ah dlolalah (hal baru yang sesat) yang tidak diridloi oleh Allah dan Rasul Nya, maka dia mendapatkan dosa seperti dosa orang orang yang melakukan tanpa mengurangi sedikitpun dosa mereka. (HR Tirmidzi)
Dari hadits ini ada perbedaan sedikit yang bisa kita ambil kesimpulan yaitu bahwa Nabi SAW mengatakan ungkapan “bid’ah dlolalah” (kata bid’ah disifati dengan dlolalah) yang dilanjutkan dengan tidak diridloi oleh Allah dan Rasulnya, menunjukkan bahwa ada lawanya yaitu kata bid’ah yang nantinya disifati dengan hasanah, yang seirama atau semisal dengan norma Islam atau sunnah.
5.
عن عائشة رضي الله عنها قالت: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من أحدث في أمرنا هذا ما ليس فيه فهو رد (متفق عليه)
عن عائشة رضي الله عنها قالت: ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد (متفق عليه)

Dari Aisyah RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: barang siapa mengadakan hal yang baru dalam urusan kami (agama Islam), sedang aslinya tidak ada didalamnya maka ditolak (Muttafaq alaih).
Dari Aisyah RA berkata: Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: barang siapa melakukan amaliyah (kegiatan, aktivitas, ibadah) yang tidak ada perintah saya, maka amaliyah tersebut ditolak. (Muttafaq alaih).
Kalau dalam kedua hadits yang muttafaq alaih ini dinyatakan bahwa amalan atau kegiatan yang dilakukan bukan atas perintah Rasulullah atau tidak ada dasar haditsnya merupakan hal yang ditolak, mardud atau amalan tersebut tidak mendapat pahala, bahkan kalau termasuk kategori bid’ah maka mengamalkanya bisa berdosa, dan diancam dijerumuskan ke neraka.
Dengan memahami beberapa hadits diatas dan hadits hadits senada yang lain yang tidak sempat kami sebutkan disini, maka dapat disimpulkan bahwa yang disebut sebagai bid’ah adalah “sesuatu yang baru dalam agama Islam yang tidak ada dasarnya baik secara jelas maupun samar”
Penjelasannya, kata sesuatu yang baru adalah segala kegiatan atau amalan yang dianggap ibadah dan mengharapkan pahala atasnya, jadi bukan yang terkait dengan duniawi, bukan kegiatan atau aktivitas yang tidak ada nilai ibadahnya, itu dikaitkan dengan bid’ah, seperti bepergian menggunakan mobil, makan dengan sendok dan garpu, memakai pakaian dengan mode dan gaya masa kini dan lain lain yang murni berupa urusan duniawi tidak masuk dalam pembicaraan bid’ah ini.
Dalam agama Islam dimaksudkan bukan duniawi, dan oleh pelakunya diniatkan ibadah, mencari pahala, seperti gerakan yang seirama dengan sholat, tapi kalau diniati olah raga tidak termasuk dalam bid’ah karena tidak masuk ajaran dalam agama Islam. Sedang kata tidak ada dasarnya baik secara jelas maupun samar, adalah amaliyah tersebut bukan untuk melaksanakan suatu ajaran Islam, atau tidak ada landasan dari perbuatan itu, baik sesuai teks dari nash maupun tersirat dalam nash ayat atau hadits.
Dalam melihat sesuatu yang baru termasuk bid’ah apa tidak kita harus mengkajinya apakah sesuatu tersebut ada dasarnya apa tidak, yang dimaksud dasar disini adalah Alqur’an dan Hadits sebagaimana tuntutan dari para pembicara bid’ah itu sendiri, sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah SAW bahwa dalam beragama ini agar tidak tersesat, amaliyah kita keseharian untuk selalu bepegang dan sesuai dengan ajaran Alqur’an dan Alhadits.
Sabda Rasululllah Saw :

1395
عن مالك أنه بلغه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم: كتاب الله وسنة نبيه
رواه مالك في الموطأ
Dari Imam Malik menyatakan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “aku wariskan (tinggalkan) kepada kamu sekalian dua hal; kalian tidak akan tersesat bila berpegang padanya; yaitu Kitab Allah dan Sunnah Nabinya”
Dalam perkembangan Islam sampai sekarang kita tidak lepas dari berbagai masalah yang timbul, padahal permasalahan tersebut secara langsung tidak kita temukan pada teks teks agama, maka sebagaimana restu Rasulullah SAW kepada Muadz ibn Jabal ketika dilantik untuk memegang tugas sebagai gubernur di wilayah Yaman, beliau menyampaikan :
عن معاذ : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم حين بعثه الى اليمن فقال: كيف تصنع إن عرض لك قضاء ؟ قال: أقض بما في كتاب الله، قال: فإن لم يكن في كتاب الله؟ قال: فبسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال: فإن لم يكن في سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم؟ قال: أجتهد رأيى لا آلو، قال: فضرب رسول الله صلى الله عليه وسلم صدري، ثم قال: الحمد لله الذي وفق رسول رسول الله صلى الله عليه وسلم لما يرضى رسول الله صلى الله عليه وسلم.
رواه أحمد والترمذى وأبو داود والدارمى
Dari Muadz: pada waktu Rasulullah SAW mendelagisakanya ke Yaman beliau bersabda: Apa yang akan kamu lakukan bila menemukan permasalahan untuk mendapatkan keputusan? Jawab Muadz: akan aku putuskan dengan kitab Allah, Kata Rasullullah: kalau tidak ditemukan dalam kitab Allah? Jawab Muadz: dengan menggunakan Sunnah Rasulullah, kata Rasulullah: kalau tidak ditemukan pada Sunah Rasulullah? Jawab Muadz: aku berijtihad dengan akalku dengan tidak berlebihan. Muadz berkata: kemudian Rasulullah menepuk dadaku sambil mengatakan Alhamdulillah Dzat yang memberikan kebenaran pada utusan Rasulullah sesuai yang diinginkan oleh Rasulullah SAW. (HR Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud dan Darimi)

Dengan demikian bahwa akan ditemukan berbagai permasalahan yang belum pernah dibahas atau diberi contoh oleh Nabi SAW, sehingga sahabat Muadz menyatakan akan melakukan ijtihad dengan akalnya, dan itupun mendapat restu dari Nabi SAW, namun tetap disyaratkan (sesuai yang diinginkan oleh Rasulullah SAW) dengan maksud tidak bertentangan dengan ajaran yang pernah beliau sampaikan. Begitu pula system pengadilan yang diterapkan dan merupakan undang undang peradilan pada masa pemerintahan Umar ibn Khathab sebagaimana dikisahkan oleh seorang hakim bernama Syuraih sebagai berikut:
5304 عن شريح أنه كتب الى عمريسأله، فكتب إليه: أن اقض بما في كتاب الله، فإن لم يكن في كتاب الله فبسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم، فإن لم يكن في كتاب الله ولا في سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم، فاقض بما قضى به الصالحون، فإن لم يكن في كتاب الله ولا في سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم ولم يقض به الصالحون، فإن شئت فتقدم، وإن شئت فتأخر، ولا أرى التأخر خيرا لك، والسلام عليكم.
رواه النسائى
Dari Syuraih: bahwasanya dia menulis surat konsultasi kepada Khalifah Umar (tentang system peradilan yang berlaku), maka umar mengirim kepadanya aturan tersebut: putuskan lah segala permaslahan dengan berlandaskan aturan yang ada pada kitab Allah, dan bila tidak ditemukan dalam kitab Allah maka menggunakan Sunnah Rasulullah SAW, dan bila tidak ditemukan di kitab Allah dan juga tidak ada pada Sunnah Rasulullah maka ambillah hasil putusan yang pernah dihasilkan oleh para hakim yang saleh, dan bila tidak ditemukan di kitab Allah dan juga tidak ada pada Sunnah Rasulullah dan belum pernah diputuskan oleh para hakim yang saleh, maka bila kamu kehendaki putuskanlah sendiri, dan bila kamu tidak menghendaki jangan kamu putuskan, dan saya tidak berpikiran bahwa tidak mengambil putusan adalah jalan terbaik bagimu, (yang terbaik adalah mengambil putusan) wassalamu alaikum. (HR Nasai). Dalam konteks pengambilan putusan atau penggalian hukum yang dilakukan oleh ulama salaf mereka melakukan berbagai pertimbangan pertimbangan sehingga apa yang dihasilkan akan selalu sesuai dengan apa yang digariskan oleh Allah dan Rasulnya, sebagai pertimbangan tersebut diantaranya:
1691 عن جرير بن عبد الله بن جابر، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من سن في الإسلام سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها بعده من غير أن ينقص من أجورهم شيء، ومن سن في الإسلام سنة سيئة كان عليه وزرها ووزر من عمل بها بعده من غير ان ينقص من أوزارهم شيء.
رواه مسلم في صحيحه

Dari Jarir ibn Abdullah ibn Jabir, Rasulualllah SAW bersabda: Siapa yang membuat aturan / amaliyah yang baik dalam Islam maka dia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang orang yang mengikuti setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun, dan siapa yang membuat aturan / amaliyah yang tidak baik dalam Islam maka dia akan mendapatkan dosanya dn dosa dosa orang yang mengikuti setelahnya tanpa mengurangi dosa dosa mereka sedikitpun. (HR Muslim)
Ulama salaf dalam mengambil suatu tindakan hukum selalu mempertimbangkan untuk tetap mengacu hadits diatas selalu mengusahakan untuk menjadi Sunnah Hasanah, pertimbangan agar tetap dalam koridor Sunnah Hasanah tersebut mereka mengacu dari Atsar Ibnu Mas’ud berikut:
2418 عن عبد الله بن مسعود قال: فما رأى المسلمون حسنا فهو عند الله حسن، وما رأوا سيئا فهو عند الله سيئ
رواه أحمد في المسند
Dari Abdullah ibn Mas’ud berkata: apa yang dilihat oleh orang orang muslim sebagai hal yang baik, maka menurut Allah adalah baik, dan apa yang dilihat orang orang muslim sebagai hal yang buruk maka menurut Allah adalah buruk pula. (HR Ahmad)
Kesimpulan yang bisa kita ambil dari berbagai hadits diatas adalah sebagai berikut:
1.
Bid’ah adalah sesuatu yang baru dalam agama Islam yang tidak ada dasarnya baik secara jelas maupun samar. (hadits no 1,2,3)
2. Segala amliyah / kegiatan dalam agama bila dianggap sebagai ibadah harus ada dasarnya baik dari Alqur’an maupun Hadits. (Hadits no 5)
3. Dalam hadits no 2 disebutkan kita selain menggunakan hujjah / dalil / argument dari Alqur’an dan Hadits Rasulullah, kita di perintahkan mengapreasi terhadap produk hukum (sunnah) yang dihasilkan oleh para khulafa Rosyidun, juga berhujjah dengan menggunakan apa yang telah dihasilkan atau hukum yang telah diputuskan oleh para ulama salaf yang sholeh, bahkan bagi para penegak hukum seperti seorang hakim, seperti ada kewajiban untuk berijtithad karena hasilnya selalu ditunggu oleh umat, dan apabila tidak mengambil sikap (ijtihad) maka umat akan dibiarkan tanpa ada ketentuan hukum yang dipatuhi. (Sunnah / Surat Umar ibn Khothob kepada Hakim Syuraih)
4. Seorang muslim dituntut untuk membuat kreasi baru atau sunnah hasanah dalam agama Islam yang penting berada dalam norma dan koridor Islam, dalam kata lain tidak bertentangan dengan nash yang ada. (Hadits Jabir 1691)
5. Kreasi, sunnah, kegiatan atau amaliyah dianggap sebagai hasanah jika memenuhi kriteria secara umum, dianggap amaliyah baik oleh mayoritas muslimin dan berada dibawah ajaran yang ada dasar haditsnya serta tidak bertentangan dengan nash. Seperti amaliyah puasa dalail berada pada dasar ajaran bahwa puasa secara umum dianjurkan oleh agama, maka puasa tersebut dianggap sunnah hasanah walaupun tidak ada anjuran maupun dasar perintah tentang puasa tersebut, dan tidak bertentangan dengan dasar pokok tentang puaa, seperti puasa wishol, dua hari dua malam berturut turut tanpa buka puasa. (Atsar dari Abdullah Ibn Mas’ud 2418)
6. Dasar yang digunakan harus hadits yang Shohih atau Hasan kedudukanya, sedang hadits yang dloif, yang tidak sangat kedloifannya, hanya bisa untuk sekedar menunjukkan keutamaan amaliyah tertentu, atau menceritakan kisah masa lalu, dengan persyaratan yang telah diuraikan dalam ilmu hadits. (dasar teori Ilmu Hadits)
7. Hadits yang tergolong maudlu’ atau palsu tidak bisa digunakan untuk apapun, kecuali hanya sekedar utuk contoh atau pembelajaran bahwa itu adalah hadits maudlu.( dasar teori Ilmu Hadits)
8. Bid’ah ada yang mengatakan terbagi menjadi dua bagian; yaitu bid’ah hasanah atau mahmudah dan bid’ah sayyi’ah atau madlmumah atau dlolalah. Sebagimana hadits nomer 4 (empat) diatas. Namun ada juga ulama (Izzuddin ibn Abdus Salam) yang membagi bid’ah menjadi 5 (lima) bagian sesuai dengan hukum agama dilihat dari kepentingan bid’ah itu sendiri.
a. Bid’ah wajibah seperti pendirian sekolah dengan system klasikal.
b. Bid’ah Masnunah seperti melaksanakan tahlilan untuk jenazah seseorang.
c. Bid’ah Mubahah seperti memperingati orang mati dengan hitungan hari tertentu ( hari ketuju, empat puluh dan seterusnya).
d. Bid’ah Makruhah seperti menghias masjid dengan warna cat yang menyolok.
e. Bid’ah Muharromah seperti memperingati maulid Nabi dengan Orkes dan tontonan yang haram. (Hadits no 4)
9. Bila sesuatu yang kita lakukan dan kita anggap ibadah, maka harus kita temukan dalilnya, maksudnya sesuatu itu kita lakukan berdasar ada ayat atau hadits yang kita temukan, baru kita melakukan, bukan mencari cari dasar untuk pembenaran dari prilaku kita, karena melakukan ibadah tanpa ada perintah adalah haram hukumnya. (Qoidah Fiqhiyah).