Memandikan mayyit menurut ajaran Rasulullah SAW adalah sebagai berikut, dimulai dengan me-wudlukannya seperti wudlu kita mau sholat, kita tidak diperbolehkan melihat aurat simayyit begitupula memegang (auratnya) tanpa ada lapisan penghalang antara kita dengan mayyit, kemudian kita lakukan memandikan, setelah membersihkan kotoran yang najis bila ada termasuk mengeluarkan apa yang ada dalam perut dengan cara menekan sedikit diarea perut, dan memulai menyiramkan air yang hangat namun suci dan tidak musta’mal pada anggota wudlu terlebih dahulu dengan mendahulukan yang kanan atau arah kanan. Disini kami sampaikan beberapa hadits tentang memandikan mayyit biar lebih jelas.
عن عائشة رضي الله عنها تقول فغسلوه وعليه قميص يصبون الماء فوق القميص ويدلكونه بالقميص دون أيديهم
“Dari Aisyah RA berkata: mereka memandikan Nabi SAW dengan menyiramkan air dari atas pakaian, dan menggosoknya dengan kain bukan tanganya (langsung). (HR Abu Dawud :2733)
أن عليا رضي الله عنه غسل النبي صلى الله عليه وسلم وعلى النبي صلى الله عليه وسلم قميص وبيد علي رضي الله عنه خرقة يتبع بها تحت القميص
سنن البيهقي الكبرى ج: 3 ص: 388
“Bahwasanya Ali RA memandikan Nabi SAW sedang Nabi SAW tetap memakai pakaian, ditangan Ali RA ada kain untuk menggosok dari bawah pakaian” (HR Baihaqi 3:388)
عن بن سيرين قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من غسل ميتا فليبدأ بعصره
سنن البيهقي الكبرى ج: 3 ص: 388
Dari Ibnu Sirin berkata, berkata Rasulullah SAW: Barang siapa memandikan mayyit maka agar memulai dengan menekan perutnya” (HR Baihaqi 3:388)
عن أم عطية أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لهن في غسل ابنته إبدأن بميامنها ومواضع الوضوء منها
رواه البحاري في كتاب الوضوء 162
“Dari Ummi Athiyah, bahwasanya Nabi SAW berkata kepadanya ketika memandikan putrinya: Mulailah dengan arah kanan dan anggota anggota wudlu”(HR Bukhori :162)
عن أم قيس قالت توفى ابني فجزعت عليه فقلت للذي يغسله لا تغسل ابني بالماء البارد فتقتله فانطلق عكاشة بن محصن إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فأخبره بقولها فتبسم ثم قال ما قالت طال عمرها فلا نعلم امرأة عمرت ما عمرت
سنن النسائي (المجتبى) ج: 4 ص: 29
“Dari Ummu Qais berkata, anak meninggal dunia, aku sedih atasnya, maka aku pesan kepada yang memandikan: jangan mandikan anakku dengan air dingin nanti bisa membunuhnya, laporlah Ukasyah ibn Mihson kepada Rasulullah SAW tentang ucapanya, beliau tersenyum dan berkata: (lakukan) apa yang dikatakan, dia orang yang panjang umurnya, saya tidak tahu ada perempuan lebih panjang usianya dibanding dia” (HR Nasai 4:29)
Ada di sebagian masyarakat membuat ukup (membakar menyan arab dicampur denga kayu garu) untuk suatu acara adalah diperbolehkan, asal tidak terkesan bahwa ukup yang dilakukan itu menyerupai kelompok non muslim, seperti membakar kemenyan jawa, atau menggunakan sio dan lain sebagainya yang termasuk alasan dilarangnya menyerupai orang non muslim. Jadi dalam Islam atau tradisi Arab yang telah dilegalisasi oleh Islam ukup itu terdiri dengan pembakaran kayu garu / gaharu, bubuk kayu cendana dan kemenyan Arab. Diperbolehkanya membuat ukup itu berdasar pada hadits
عن جابر قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أجمرتم الميت فأوتروا
“Dari Jabir berkata, Rasulullah SAW bersbda: bila kamu membuat ukup untuk mayyit maka lakukanlah secara ganjil” (Mawarid Dlom’an 1:191)
عن أسماء بنت أبي بكر أنها قالت لأهلها: أجمروا ثيابي إذا مت، ثم حنطوني ولا تذروا على كفني حناطا، ولا تتبعوني بنار
“Dari Asma binti Abi Bakar sewaktu memberi wasiat kepada keluarganya berkata: berilah ukup pada pakaianku (kafanku) jika aku mati, kemudian beri minyak wangi pada kafanku, dan jangan tinggal kan kafanku untuk terkena minyak wangi, dan jangan ada api dalam mengiring jenazahku” (HR Malik ibn Anas dalam kitab al Muwatho bab al Janaiz :474)
Disini kami ingatkan kepada para perempuan, bahwa ziyarah kubur hukumnya jawaz / boleh bagi mereka, berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang panjang menceritakan tentang ziyarah beliau dimalam hari ke pekuburan Baqi’ yang dikuntit atau diikuti secara sembunyi oleh Aisyah, yang akhirnya Aisyah bertanya bagaimana kalau dirinya ziyarah kubur, kemudian beliau mengajar Aisyah RA tentang cara berziyarah.
قالت: قلت: كيف أقول لهم يا رسول الله ؟ قال قولي: السلام على أهل الديار من المسلمين والمؤمنين يرحم الله المستقدمين منا والمستأخرين، وإنا إن شاء الله للاحقون
رواه مسلم في كتاب الجنائز 1619
“Aisyah bercerita: aku bertanya: Bagaimana aku mengucapkan kepada mereka (ahli kubur) ya Rasulullah? Beliau menjawab: Katakanlah Assalamu alaikum Ahla diyar …( semoga damai atas kalian penduduk perkampungan, dari mukminin dan muslimin, semoga Allah memberi rahmat bagi yang telah mendahhului kita dan yang akan dating, kita insya Allah juga menyusul” (HR Muslim :1619)
Memang ada beberapa hadits yang melarang wanita ziyarah kubur, dan pendapat beberapa ulama yang mengharamkanya, itu semua karena ada kekhawatiran bahwa wanita itu kurang tegar dalam menghadapi kematian dan kecil hati bila mengingat pada kematian disaat ziyarah kubur, sehingga dikhawatirkan ada Niyahah atau teriakan pilu atau meratap di kuburan.
Duduk secara mutlak diatas (disamping) kuburan hukumnya boleh, apalagi kalau tujuanya untuk bertahlil dan baca Alqur’an atau pengajian seperti dalam acara haul dan lain sebagainya adalah dianjurkan, karena hal itu sering dilakukan oleh Nabi SAW dan para sahabatnya, sebagaimana hadits hadits berikut:
عن علي رضي الله عنه قال كنا في جنازة في بقيع الغرقد فأتانا رسول الله صلى الله عليه وسلم فقعد وقعدنا حوله ومعه مخصرة فنكس فجعل ينكت بمخصرته
صحيح البخاري ج: 4 ص: 1891 صحيح مسلم ج: 4 ص: 2039
“Ali berkata: kami sedang (mengantarkan) jenazah dipekuburan Baqi, kemudian Rasulullah SAW datang dan duduk, kamipun duduk disekitarnya, beliau memegang tongkat dengan menunduk dan memukul mukulkan tongkatnya …. “ (HR Bukhori 4:1891 dan Muslim 4:2039)
عن البراء بن عازب قال: خرجنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في جنازة رجل من الانصار فانتهينا الى القبر، قال جلس رسول الله صلى الله عليه وسلم وجلسنا حوله وكأن على رؤوسنا الطير، قال: فجعل ينظر الى السماء ويرفع بصره ثم ينظر الى الارض وينكت في الأرض ويحدث نفسه، ثم قال، اعوذ بالله من عذاب القبر، مرارا،
مسند الروياني ج: 1 ص: 263
“Dari Al Barra’ ibn Azib berkata: Kami keluar bersama Rasulullah SAW dalam sebuah jenazah seorang lelaki Anshor dan sampailah kita ke sebuah kuburan, berkata Barra’: duduklah Rasulullah SAW dan kami duduk disekelilingnya, dan seakan diatas kepala kita ada burung (kami diam dan tidak bergerak), barra’ bercerita: beliau melihat keatas (kelangit) dengan mengangkat penglihatanya, kemudian melihat ke bawah, lantas berbisik seakan bicara dengan dirinya, kemudian berkata: Aku berlindung dari siksa kubur … berkali kali….” (Musnad Royani 1:263)
Namun kalau duduk dikuburan dengan tujuan utuk penghinaan atau pelecehan bahkan untuk buang hajat itu baru diharamkan, seperti kalau kita perhatikan dalam hadits hadits berikut serta penjelasan dari ahlinya:
عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لأن يجلس أحدكم على جمرة فتحرق ثيابه فتخلص إلي جلده خير له من أن يجلس على قبر
صحيح مسلم ج: 2 ص: 667
“Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda: seseorang diantara kalian lebih baik duduk di bara api sampai membakar bajunya dan menembus kulitnya dari pada duduk diatas kubur” ( HR Muslim 2:667)
عن على رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم انه كان في جنازة فأخذ عودا ينكت في الأرض فقال ما منكم من أحد الا قد كتب مقعده من النار أو من الجنة قالوا يا رسول الله أفلا نتكل قال اعملوا فكل ميسر فأما من أعطى واتقى وصدق بالحسنى فسنيسره لليسرى وأما من بخل واستغنى وكذب بالحسنى فسنيسره للعسرى
مسند أحمد ج: 1 ص: 140
"Dari Ali RA, dari Nabi SAW bahwasanya beliau dalam penguburan jenazah, mengambil tongkat dan menusukkan ke tanah sambil mengatakan: tiada seorangpun dari kalian kecusali telah tercatat tempatnya di neraka atau di surga, (orang orang disekitarnya) berkata: Wahai Rasulullah apakah kita tidak tawakkal saja? Beliau menjawab: beramallah, karena setiaporang akan dimudahkan sesuai amalnya, -Adapun orang yang memberikan (hartanya dijalan Allah) dan bertaqwa, danmembenarkan adanya pahala yang terbaik (surga)maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah, dan adapun orang orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala yang terbaikmaka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang sukar (QS al Lail 92:5-10) (HR Ahmad 1:140)
عن أبى هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: من قعد على قبر فتغوط عليه أو بال فكأنما قعد على جمرة فثبت بذلك أن الجلوس المنهى عنه في الآثار الأول هو هذا الجلوس فأما الجلوس لغير ذلك فلم يدخل في ذلك النهى، وهذا قول أبى حنيفة وأبى يوسف ومحمد رحمهم الله تعالى وقد روى ذلك عن على وابن عمر رضي الله عنهم، أن مولى لآل علي رضي الله عنه حدثه أن علي بن أبي طالب رضي الله عنه كان يجلس على القبور، وقال المولى كنت أبسط له في المقبرة فيتوسد قبرا ثم يضطجع
شرح معاني الآثار ج: 1 ص: 517
“Dari Abi Hurairah RA bahwasanya Nabi SAW berkata: Barang siapa duduk dikuburan kemudian buang hajat diatasnya, atau kencing, seakan akan duduk diatas bara api. Maka yang dimaksud dengan duduk diatas kubur yang dilarang oleh hadits di depan adalah duduk untuk buang kotoran, sedang duduk yang bukan untuk buang kotoran maka tidak termasuk duduk duduk yang dilarang. Ini pendapat Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhamad. Diriwayatkan dari Sayyidina Ali dan Ibn Umar, bahwa seorang bekas budak milik keluarga Ali bercerita: Sayidina Ali ibn Abi Thalib duduk diatas kubur, aku menggelar (kambal) untuknya dan dia tiduran berbantalkan kuburan” (Syarah Maani al Atsar 1:517)
Sebetulnya ziyarah kubur itu tidak ditentukan pada hari tertentu, seperti hari jum’at, namun hari jumat itu mempunyai nilai lebih dibanding hari yang lain, maka hari itu dimanfaatkan oleh umat Islam untuk hari libur, hari ziyarah kubur dan lain sebagainya.
Dalam sebuah hadits disebutkan diantara kelebihan dari hari jum’at adalah bila seseorang meninggal dunia pada hari jumat maka dia terselamatkan dari siksa kubur.
عن عبدالله بن عمر قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ما من مسلم يموت يوم الجمعة او ليلة الجمعة إلا وقاه الله فتنة القبر
“Dari Abdullah Ibn Umar berkata: Rasulullah SAW bersabda: bila seorang muslim meninggal dunia pada hari jumat atau malam jumat maka dia diselamatkan oleh Allah dari fitnah kubur” (HR Tirmidzi :994)
عن محمد بن النعمان رفع الحديث إلى النبي صلى الله عليه وسلم قال: من زار قبر والديه أو أحدهما في كل جمعة مرة، غفر له وكتب برا
مكارم الأخلاق ج: 1 ص: 83
“Dari Muhammad Ibn Nu’man memarfu’kan hadits dari Nabi SAW berkata: Barang siapa ziyarah kubur kedua orang tuanya atau salah satunya setiap jumat maka diampuni dosanya dan ditulis sebagai amal bakti” (Makarim al Akhlaq 1:83)
Orang yang meninggal tetap merasakan rasa sakit seperti sewaktu dia masih hidup, sebagaimana yang diungkapkan oleh Rasulullah SAW :
عن عائشة رضي الله عنها قالت قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: كسر عطم الميت ككسره حي
“Dari Aisyah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda: memecah tulang mayit seperti memecahkan tulang orang yang hidup” (HR Abu Dawud :2792)
Siksa kubur itu sampai hari kiamat, jadi mereka yang amalnya waktu di dunia kurang baik disiksa sampai hari kiamat, sebagaimana hadits Nabi SAW yang menjelaskan bahwa sewaktu beliau lewat dikuburan, mengetahui penghuninya disiksa bukan karena dosa besar, tetapi hanya tidak berhati hati dengan najis air kencingnya, dan yang satu karena namimah, sedekah tapi masih dibicarakan terus, mereka diringankan hanya selama pelepah kurma yang dipasang Nabi SAW belum kering, lihat hadits dibawah ini:
عن ابن عباس قال: مر النبي صلى الله عليه وسلم بحائط من حيطان المدينة او مكة فسمع صوت إنسان يعذبان في قبورهما, وما يعذبان في كبير, ثم قال: بلى كان أحدهما لايستتر من بوله, وكان الأخر يمشي بالنميمة، ثم دعا بجريدة فكسرهما كسرتين، فوضع على كل قبر منهما كسرة، فقيل له: يا رسول الله لم فعلت هذا؟ قال: لعله أن يخفف عنهما مالم تيبسا او الى أن ييبسا.
رواه البخاري في كتاب الوضوء 209
“Dari Ibnu Abbas berkata: Nabi SAW lewat di kuburan Madinah atau Makkah lalu mendengar jeritan dua orang yang sedang tersiksa, kata beliau merak disiksa bukan karena melakukan dosa besar, yang satu kurang berhati hati dengan kencingnya dan yang lain selalu melakukan namimah, beliau meminta diambilkan pelepah kurma, dan dibelah jadi dua, yang setiap potongnya ditaruh di setiap kuburan. Ditanyakan: kenapa hal ini kamu lakukan Wahai Rasulullah? Jawab beliau: Agar mereka diringankan siksanya selama palepah ini belum mongering” (HR Bukhori :209)
Hanya sekelumit pembahasan ini yang bisa kami sajikan kepada umat Islam khususnya siswa MAF-1 dalam wisata spiritual kita ke alam kubur, semoga bisa mengingatkan kita atas kehidupan setelah meninggal.
Mengingatkan mayit akan hal yang akan dihadapi sebentar lagi disebut dengan istilah Talqin.
Dasar men-Talqin mayyit itu pertama menggunakan hadits Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa mayyit itu mendengar apa yang terjadi diatas kuburnya, karena mayyit mendengar maka dalam kesempatan terakhir kita mengingatkan kepadanya “bahwa nanti akan kedatangan malaikat munkar dan nakir dengan mengajukan berbagai pertanyaan”, kita ingatkan seandinya ditanya begini maka jawabnya begitu. Hadits diatas adalah shohih, kemudian dasar kedua adalah hadits berikut (namun sebagian ulama mengatakan Dloif) yang menyatakan dilakukanya Talqin terhadap mayyit dengan bunyi hadits sebagai berikut:
بن عبد الله الأودي قال شهدت أبا أمامة وهو في النزع فقال إذا أنا مت فاصنعوا بي كما أمر رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: إذا مات أحد من إخوانكم، فسويتم التراب على قبره، فليقم أحدكم على رأس قبره، ثم ليقل: يا فلان بن فلان، فإنه يسمعه ولا يجيب، ثم يقول: يا فلان بن فلان، فإنه يستوي قاعدا، ثم يقول: يا فلان بن فلانة فإنه يقول: أرشدنا رحمك الله، ولكن لا تشعرون، فليقل: اذكر ما خرجت عليه من الدنيا شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله، وأنك رضيت بالله ربا، وبالإسلام دينا، وبمحمد نبيا، وبالقرآن إماما، فإن منكرا او نكيرا يأخذ كل واحد منهما بيد صاحبه ويقول: انطلق بنا ما نقعد عند من لقن حجته فيكون الله حجيجه دونهما قال رجل: يا رسول الله، فإن لم يعرف أمه، قال فينسبه إلى حواء يا فلان بن حواء
مجمع الزوائد ج: 3 ص: 45 ,كشف الخفاء ج: 1 ص: 376
“Dari Said ibn Abdullah al Audi berkata: saya menyaksikan Abu Umamah ketika Naza’ (saat menjelang kematian) dia berwasiat : Apabila saya meninggal dunia, maka lakukan sebagaimana perintah Rasulullah SAW yang bersabda: Apabila ada seseorang meninggal dunia, dan kalian telah meratakan tanah atas kuburannya, maka berdirilah salah seorang diantara kalian diarah kepalanya, kemudian katakan: Ya Fulan ibn Fulan, (maka mayyit itu mendengarnya tapi tidak menjawab), kemudian katakan: Ya Fulan ibn Fulan, (maka mayyit itu duduk) kemudian katakan: Ya Fulan ibn Fulanah, maka mayyit tersebut mengatakan: berilah kami petunjuk, semoga Allah memberi rahmat kepadamu, tapi kalian tidak merasa, maka katakanlah: Ingatlah apa yang engkau bawa keluar dari dunia, Syahadat bahwasanya tiada Tuhan kecuali Allah, dan Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya, Engkau ridlo dengan Tuhanmu yaitu Allah, agamamu Islam, dengan Muhammad sebagi Rasul, dan Alqur’an sebagai panutanmu. Maka malaikat Munkar dan Nakir memegang tangan teman sambil mengatakan: mari kita tinggalkan, orang ini telah dilatih jawaban jawaban, maka Allah yang akan membelanya. Bertanya seseorang: Ya Rasulullah, seandainya kita tidak mengenal ibunya bagaimana? Jawab beliau: diikutkan ke Siti Hawa, jadi Fulan ibn Hawa”
(Majma’u Zawaid :3 hal 45 dan Kasyful Khofa :1 hal 376)
Tradisi sebagian masyarakat kita, setelah melkukan penguburan jenazah di tanah pekuburan, mereka diminta oleh pihak tuan rumah untuk rehat sejenak dirumahnya, dengan tujuan biar tidak terasa sepi, dan mereka mengeluarkan suguhan dan hidangan kepada para tamu sebagai “memulyakan tamu” , namun disebagian tempat lain tidak boleh menghidangkan suguhan atau hidangan tersebut.
Hukum tradisi tersebut adalah boleh, orang yang habis mengantarkan jenazah ke kuburan dan kemudian makan di keluarga yang sedang duka asal atas permintaan dari keluarga, jadi bukan memaksa minta makan. Hal ini sebagaimana dilakukan Nabi SAW dengan para sahabatnya pada cerita hadits berikut :
الأنصار قال، خرجنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في جنازة، فرأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو على القبر يوصي الحافر: أوسع من قبل رجليه أوسع من قبل رأسه، فلما رجع استقبله داعي امرأة، فجاء وجيء بالطعام، فوضع يده ثم وضع القوم فأكلوا فنظر آباؤنا رسول الله صلى الله عليه وسلم يلوك لقمة في فمه، ثم قال: أجد لحم شاة أخذت بغير إذن أهلها، فأرسلت المرأة قالت: يا رسول الله، إني أرسلت إلى البقيع يشتري لي شاة فلم أجد، فأرسلت إلى جار لي قد اشترى شاة أن أرسل إلى بها بثمنها فلم يوجد، فأرسلت إلى امرأته فأرسلت إلي بها، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أطعميه الأسارى
سنن أبي داود ج: 3 ص: 244
“Dari seorang sahabat Anshor berkata: kani keluar bersama Rasulullah SAW dalam mengantarkan jenazah, aku melihat beliau SAW diatas kuburan memberi pengarahan kepada penggali kubur: ”Lebarkan diarah kaki, Lebarkan diarah kepala” kemudian sewaktu beliau selesai dan pulang maka dihadang oleh utusan seorang perempuan (isteri si mayit), maka datanglah beliau dan disuguhi makanan, Rasulullah SAW menyantap makanan tersebut dan diikuti oleh kaum, bapak kami melihat Rasulullah SAW mengunyah daging dalam mulutnya, tapi beliau seraya mempertanyakan: “Aku menemukan bahwa daging kambing ini dimasak tanpa seijin pemiliknya” maka perampuan tersebut datang sambil menceritakan (asal usul daging yang dimasak tanpa seijin pemiliknya): Ya Rasulullah, saya mengutus orang ke Baqi untuk membeli kambing tapi tidak berhasil, kemudian aku perintahkan agar mendatangi tetanggaku yang kemarin beli kambing untuk aku ganti harganya, juga tidak mendapatkanya, kemudian aku minta kepada isteri pemilik kambing agar mengirim kambing tersebut ke tempatku, barulah kuperoleh kambing tersebut. Rasulullah SAW bersabda: berikanlah makanan ini kepada para tawanan” (HR Abu Dawud 3:244)
Dalam hadits ini diceritakan bahwa Nabi setelah selesai menghadiri pemakaman jenazah seorang sahabat, beliau diminta mampir kerumah duka dan makan makan bersama para sahabatnya, namun hidangan yang disediakan (daging kambing) dimasak sebelum memperoleh ijin dari pemilik asli yaitu suami perempuan tetangga (pemilik kambing) karena tidak ada di tempat, sehingga Rasulullah SAW menolak untuk makan, dan mengatakan untuk diberikan kepada para tawanan, karena kalau menunggu ijin dari pemilik asli harus membutuhkan waktu yang tidak sebentar, dan mau membuang makanan juga mubadlir. Jadi pada prinsipnya Rasulullah SAW tidak melarang bahkan beliau sebetulnya mau makan, namun karena kambing yang akan disantap beliau masih belum mendapatkan ijin pemilik asli (yang tidak ada ditempat) sehingga beliau tidak sempat menyantap hidangan yang telah disediakan oleh sohibul bait.
Justru yang sunnah dn dianjurkan oleh Rasulullah SAW adalah kita mengirim makanan kepada keluarga yang tertimpa musibah, karena tidak terpikirkan oleh merka untuk menyediakan makanan bagi diri mreka.
Sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW apabila ada saudara kita tertimpa musibah berupa kematian untuk mengirimi makanan, karena mereka sedang mendapat musibah berupa kematian dan belum sempat memasak, dan akan lebih baik kalau dikirim dalam bentuk matang, atau siap saji.
جاء نعي جعفر قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: اجعلوا لآل جعفر طعاما، فإنه قد أتاهم ما يشغلهم
رواه أبو دود و الترمذي )الأحاديث المختارة ج: 9 ص: 167(
“Dari Abdullah ibn Ja’far berkata: sewaktu datang berita duka dari Ja’far, Rasulullah SAW mengatakan: Buatlah makanan untuk keluarga Ja’far, karena sesuatu yang menyibukkan mereka telah datang” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
Dalam hadits ini Rasulullah SAW memerintahkan kepada kaum muslimin (sahabat) agar membantu kepada keluarga Ja’far dengan mengirimkan makanan, karena keluarga Ja’far sedang sibuk mengurus jenazah dan diperkirakan oleh Rasulullah SAW tidak sempat untuk memasak makanan yang dibutuhkan. Dan makanan ini adalah jenis yang telah matang lebih baik dari pada yang masih mentah yang membutuhkan untuk pengolahan.
Posisi Ruh seseorang yang telah dikuburkan (kadang kadang) selama tujuh hari pertama gentayangan di areal pekuburan, tapi bagi ruh seorang Muslim ruhnya tidur didalam kuburan bagaikan tidur disurga, selalu menjawab salam orang yang ziyarah, diberi kenikmatan dialam kuburnya.
Dalam keterangan Ibnu Taimiyah dijelaskan sebagai berikut:
أفنية القبور قال مجاهد الأرواح تكون على أفنية القبور سبعة أيام من يوم دفن الميت، لا تفارقه، فهذا يكون أحيانا، وقال مالك بن أنس بلغنى أن الأرواح مرسلة تذهب حيث شاءت والله أعلم
كتب ورسائل وفتاوى ابن تيمية في الفقه ج: 24 ص: 365
“Dan ini datang dari berbagai Atsar (hadits) yang menyatakan bahwa Ruh itu berada di areal pekuburan. Berkata Mujahid (Tabiin ahli Tafsir) bahwa Ruh berada di areal pekuburan selama tujuh hari dari hari pemakaman, tidak meninggalkan kuburnya, ini terjadi kadang kadang. Berkata Malik ibn Anas, ada penjelasan yang aku terima bahwa Ruh manusia itu gentayangan, bepergian kemana ia kehendaki. Wallahu a’lam. (Fatwa Ibnu Taimiyah tentang Fikih 24:365)
Melihat keterangan dari ungkapan yang diceritakan oleh Ibnu Taimiyah diatas, bahwa ruh mayyit itu gentayangan di areal pekuburan selama tujuh hari, maka dilakukan selamatan dan dikirimi pahala / doa agar ruh yang masih belum tenang tersebut menjadi tenang. Sedang hidangan yang disuguhkan berupa minuman dan snack sampai berkat / bingkisan yang dibawa pulang itu merupakan sedekah oleh keluarga mayyit yang pahalanya juga disampaikan / dihadiahkan kepada mayyit. (lihat dalam pembahasan TAHLIL fenomena transfer pahala tentang sedekah pada mayyit).
Sedang permasalahan memberi kafan pada mayyit dengan menggunakan kain / kafan yang ada nilai lebihnya adalah boleh, bahkan disunnahkan, sebagaimana yang beliau lakukan terhadap putrinya. Beliau memberikan pakaianya untuk dijadikan kafan pada lapisan yang paling dalam dengan harapan agar sang putri terselamatkan dari siksa kubur. Dengan demikian, sangat dianjurkan bila kita sempat mencuci kain yang akan kita gunakan kafan kita dengan air zamzam karena air zamzam merupakan air yang punya nilai lebih dibanding dengan air lainya, sehingga kita berbekal (dikubur nanti) dengan kain kafan yang telah tercuci dengan air zamzam, karena tidak mungkin kita memperoleh kain dari Nabi SAW seperti yang beliau lakukan terhadap putrinya
دخل علينا رسول الله صلى الله عليه وسلم حين توفيت ابنته فقال: اغسلنها ثلاثا أو خمسا أو أكثر من ذلك، إن رأيتن ذلك بماء وسدر، واجعلن في الآخرة كافورا أو شيئا من كافور، فإذا فرغتن فآذنني، فلما فرغنا آذناه، فأعطانا حقوه، فقال: أشعرنها إياه، تعني إزاره
صحيح البخاري ج: 1 ص: 422
“Dari Ummi Athiyah Al Anshoriyah RA berkata ketika kami sedang memandikan putrid Rasulullah SAW yang meninggal dunia beliau memberi pengarahan: Basuhlah tiga kali, atau lima kali atau lebih bila diperlukan, basuh dengan air dan bidara dan yang terakhir dicampur dengan Kafur atau sejenisnya, kalau sudah selesai beritahu saya. Dan setelah kami selesai memandikan kami beritahu beliau, dan beliau memberi kami sarung dan berpesan: jadikan lapisan yang menempel tubuh, maksudnya sarung tersebut. (HR Bukhori 1:422)
أبيّ جاء ابنه عبد الله بن عبد الله الي رسول الله صلي الله عليه وسلم, فسأله ان يعطيه قميصه يكفن فيه اباه, فأ عطاه , ثمّ سأله ان يصلّي عليه , فقام رسول الله صلي الله عليه وسلم ليصلي عليه , فقام عمر, فأخذ بثوب رسول الله صلي الله عليه وسلم, ... الحديث
رواه البخاري 4302
“Dari Ibn Umar berkata: Sewaktu Abdullah ibn Ubayyi (ibn Salul pemimpin orang orang munafik) meninggal, datanglah anaknya yaitu Abdullah ibn Abdullah menghadap Rasulullah SAW memohon bajunya untuk membungkus (mengkafani) bapaknya, setelah dikasih dia memohon agar Rasulullah SAW berkenan mensholatinya dan diperkenankan oleh beliau, namun berdirilah Umar (ibn Khotob) seraya menarik baju Rasulullah SAW tersebut …” (HR Bukhori :4302)
Dalam hadits kedua ini diceritakan bahwa Abdullah ibn Ubay ibn Salul meninggal dunia, anaknya yang bernama Abdullah (juga) menghadap Rasulullah SAW memohon bajunya akan dipergunakan sebagai kafan ayahnya dengan maksud agar ayahnya (yang munafiq tersebut) terselamatkan dari siksaan dikuburnya, namun sahabat Umar ibn Khotob berdiri dan mencabut baju dan melarang beliau memberikan pakaianya, bahkan melarang beliau untuk mensholatinya dengan menyampaikan bahwa Allah SWT melarang Nabi SAW mensholati / mendoakan orang munafik seperti Abdullah ibn Ubay tersebut.
Sedang mengenai rajah atau tulisan tulisan yang berkhasiat yang ditulis pada kain kafan itu hukumnya harus dirinci, bila tulisan itu akan hilang atau tidak kelihatan setelah beberapa saat, seperti Asmaul Husna yang ditulis dikafan dengan air zamzam (karena terbatasnya air zamzam) atau ditulis dengan minyak wangi sehingga tidak nampak bentuk dan tulisanya itu boleh, namun bila kafan bertuliskan lafadl lafadl yang harus diagungkan seperti asmaul husna ditulis dengan tinta pada kafan mayyit dan tampak tulisanya itu haram, mengingat bahwa mayyit akan membusuk dan kotor, jadi keharamanya adalah mencampurkan lafadl yang harus diagungkan dengan kotoran seperti nanah dan busuknya jasad.
Sedangkan melempar butiran tanah kearah kuburan setelah pemakaman itu hukumnya sunnah, dengan tujuan mengingatkan kita bahwa dari tanah tersebut kita diciptakan, dan ke tanah itu kita dikembalikan serta dari tanah itu pula kita akan dibangkitkan, sebagaimana hadits Rasulullah SAW melakukan hal tersebut yang diceritakan dalam Tafsir Ibn Katsir sebagai berikut:
صلى الله عليه وسلم حضر جنازة فلما دفن الميت أخذ قبضة من التراب فألقاها في القبر وقال: منها خلقناكم ثم أخذ أخرى وقال وفيها نعيدكم ثم أخرى وقال ومنها نخرجكم تارة أخرى
تفسير ابن كثير ج: 3 ص: 157
“Dalam hadits dikitab sunan dinyatakan bahwasanya Rasulullah SAW menghadiri jenazah, dan setelah pemakaman selesai, beliau mengambil segenggam tanah dan melempar kearah kubur sambil membaca (ayat Alqur’an): dari tanah ini Kami menciptakan kalian, kemudian mengambil tanah lagi sambil mengucapkan: ke tanah ini pula Kami mengembalikan kalian, kemudian mengambil lagi seraya mengatakan: dan dari tanah ini pula Kami membangkitkan kalian kembali. (Tafsir Ibn Katsir 3:157)
Demikian pemikiran pemikiran untuk memberi tuntunan kepada umat islam (khususnya para siswa MAF-!) dalam upayanya dan penghormatanyanya terhadap keluarga yang telah mendahului kita. Semoga ada manfaatnya عن سعيد عن رجل من عن عبد الله بن جعفر قال: لما وهذا جاء فى عدة آثار أن الأرواح تكون فى عن أم عطية الأنصارية رضي الله عنها قالت: عن ابن عمر قال: لمّا توفي عبد الله بن وفي الحديث الذي في السنن أن رسول الله
Tidak ada komentar:
Posting Komentar