PERADABAN
ISLAM PADA MASA UMAR BIN KHATTAB
I.
PENDAHULUAN
Abu
Bakar meninggal dunia, sementara barisan depan pasukan Islam sedang mengancam Palestina,
Irak dan Kerajaan Hirah. Ia diganti oleh tangan kanannya “Umar bin Khattab”.
Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan
para pemuka shahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan
maksud agar tidak terjadi perslisihan dan perpecahahn dikalangan umat Islam.[1]
Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera
beramai-ramai membaiat Umar.
II.
POKOK BAHASAN
Dalam
makalah ini kami akan membahas tentang :
A.
Bagaimana
Hubungan Antara Khalifah Umar dan Daulah Islamiyyah?
B.
Penaklukan-
Penaklukan Apa Saja di Masa Pemerintahannya?
C.
Bagaimana
Prinsip-Prinsip Peradilan Yang Dipakai Oleh Khalifah Umar?
D.
Bagaimana
Cerita Syahidnya Khalifah Umar?
E.
Apa
Saja Hasil kerjanya Khalifah Umar?
III.
PEMBAHASAN
A.
Umar dan Daulah Islamiyyah
Daulah
Islamiyyah berdiri pada masa khalifah Abu Bakar, karena dialah yang memantabkan
aqidah dan mengirim ekspedisi-ekspedisi. Dia menetapkan sistem yang tepat dalam
memantabkan aqidah dikalangan orang Arab dengan apa yang dilakukan dalam perang
murtad dan sistem yang tepat dalam mengamankan Negara dari musuh-musuhnya
dengan mengirim ekspedisi-ekspedisi dan mengadakan penaklukan-penaklukan. Dia
mempelopori khalifah-khalifah Islam dalam dua tugas yang mulia ini.
Hanya
kita menamakan Umar sebagai pendiri Daulah Islamiyyah dalam pengertian lain,
bukan pengertian kepeloporan dalam tugas-tugas khalifah. Pertama: kami tidak
menemukan kedudukan yang layak baginya dalam sejarah selain kedudukan Negara
besar. Kedua: kami tidak menghubungkan peletakan dasar dengan jabatan khalifah
dalam tegaknya Negara seperti Daulah Islamiyyah. Karena yang pertama
berhubungan dengan aqidah, dasar tegaknya Negara dan bukan perluasan daerah
dengan peperangan dan penaklukan. Umar dari segi apapun adalah pendiri Daulah
Islamiyyah beberapa tahun sebelum ia menjabat sebagai khalifah, bahkan dia
adalah pendirinya semenjak masuk Islam lalu melakukan dakwah secara
terang-terangan dan memperkuat dakwah Islamiyyah dengan kehebatan dan kekerasannya.[2]
Dia adalah pendirinya semenjak ia mengulurkan
tangannya kepada Abu Bakar lalu membaiatnya sebagai khalifah dan menghentikan
perselisihan yang nyaris menghancurkan dasar-dasarnya. Dia adalah pendirinya
pada hari ia menyarankan kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an
dalam sebuah mushhaf, yang dalam Daulah Islamiyyah merupakan dasar segala
undang-undang dan tiang utama dari tiang-tiangnya.
Umar
mengadakan dalam Daulah Islamiyyah peraturan-peraturan baru yang belum ada
sebelumnya. Maka dia membuka lembaran sejarah baru, memperpesat kemajuan,
membentuk pemerintah, mengatur kantor, meletakan dasar-dasar peradilan dan administrasi,
mengadakan baitul maal, mengadakan hubungan pos ke daerah-daerah, menempatkan
pasukan-pasukan diperbatasan dan melakukan segala sesuatu pada waktu yang tepat
untuk melakukannya dan dilakukan dengan sebaik-baiknya. Kesimpulan yang dapat
dikaitkan mengenai Umar adalah ia telah menciptakan peraturan untuk segala
sesuatunya diatas dasar yang kokoh dan kemudian siapa yang ingin menyempurnakannya
dia dapat melakukannya diatas dasar-dasar itu.[3]
Inti
dari segala peraturan pemerintahan
adalah sistem musyawarah yang ditegakkan oleh Umar dengan sebaik-baiknya pada
zamanya. Tokoh-tokoh sahabat dikumpulkanya sebagai staf untuk berunding dan
meminta pendapat. Dia tidak menugaskan mereka ke daerah-daerah, untuk
menghormati kedudukan mereka, mengambil manfaat dari pendapat mereka,
memperkuat dan membantu dalam tugasnya.
B.
Penaklukan-Penaklukan di Masa Pemerintahanya
Setelah
memangku jabatan kekhalifahannya, Umar melanjutkan kebijakan perang yang telah
dimulai oleh Abu Bakar untuk menghadapi tentara Sasania maupun Bizantium baik
di front timur (Persia), utara (Syam), maupun di barat (Mesir). Ada beberapa
sebab ekspansi Umar bin Khattab ke wilayah-wilayah tersebut diantaranya: Letak
geografis Syam, Persia, Iraq maupun Mesir adalah wilayah perbatasan dengan
pemerintahan Islam. Daerah Bizantium terletak sebelah barat laut Arab terdiri
dari Syiria, Palestina, Yordania dan Mesir. Mereka sejak awal memiliki hubungan
kurang harmonis dengan bangsa Arab. Antara lain duta Nabi dibunuh orang kristen
di Syiria atas restu Raja Heraklitus. Pada saat itu sungai Nil dan Mesopotamia
adalah lahan yang subur. Jika dibandingkan dengan keadaan Arab yang gersang dan
tandus maka hal ini menarik keinginan para prajurit Islam untuk menguasai
wilayah tersebut sebagai sentrum perjuangan di luar jazirah Arab. Selain itu
Damaskus pada saat itu juga merupakan kota penting. Disini dijadikan kota dan
jalur perdagangan internasional.[4]
Umar
melakukan reformasi dalam pemerintahan. Selama memimpin dalam kurun waktu 10
tahun, ia termasuk pemimpin yang berhasil terutama bagi kesejahteraan rakyat
dan peraturan Islam yang semakin kokoh. Dalam pemerintahannya, ada majlis
Syura’. Bagi Umar tanpa musyawarah, maka pemerintahan tidak akan jalan.[5]
Umar membentuk departemen dan membagi daerah kekuasaan Islam menjadi 8
provinsi. Setiap provinsi dikepalai oleh Wali dan setiap provinsi didirikan
kantor Gubernur. Umar juga membentuk kepala distrik yang disebut ‘Amil. Pada
masanya, setiap pejabat pemerintahan sebelum diambil sumpah terlebih dahulu di audit
harta kekayaannya oleh tim yang telah dibentuk oleh Umar.[6]
Kebijakan
yang paling fenomenal adalah kebijakan ekonomi di Sawad. Umar mengeluarkan
dekrit bahwa orang Arab termasuk tentara dilarang transaksi jual beli tanah
diluar Arab. Hal ini memancing reaksi anggota Syura’, namun Umar membeli alasan
yaitu kalau mutu tentara Arab menurun, produksi menurun, negara rugi 80% dari
pendapatan dan rakyat akan kehilangan mata pencahariannya (sawah) menyebabkan
mereka akan mudah berontak kepada negara. Sebaliknya sebelum Islam, tentara
Sasania dan Romawi merampas tanah-tanah subur di daerah yang mereka kuasai dari
tangan petani. Sebagai solusi, guna mangatasi gejolak keuangan, ia memberi gaji
tetap tentara dan pensiun kepada seluruh shahabat Nabi.[7]
Khalifah
Umar menerapkan pajak perdagangan (bea cukai) yang bernama “Ushur” setelah ia mendapat laporan bahwa apabila pedagang Arab
datang ke Bizantium ditarik pajak 10% dari barang yang dijual, maka melihat
efek positifnya khalifah menerapkan sistem itu bagi para pedagang non muslim
yang memasuki wilayah kekuasaan Islam. Sementara itu bagi Dzimmi yang berada di
dalam negeri dikenakan sebesar 5% sedangkan bagi orang Islam membayar 2,5% dari
harga barang dagangan.[8]
Disebutkan
bahwa Umar juga mengeluarkan beberapa kebijakan yang baru yang tidak terdapat
pada periode sebelumnya, misalnya demi keamanan, menjaga kualitas tentang Arab,
produksi panen yang memadai, menghindari negara dari kerugian pajak 80%,
keadilan, menghindari diskriminasi Arab dan non Arab, khalifah melarang
transaksi jual beli tanah bagi Arab diluar Arab. Al-Maal Ghanimah selama ini
diberikan kepada kepala negara 20% dan tentara 80%, tentara diberi gaji
bulanan.[9]
C.
Prinsip-Prinsip
Peradilan Yang Dipakai Oleh Khalifah Umar
Umar
ibn Khattab mengirim surat kepada Abu Musa Al-Asy’ari (hakim Kufah) yang isinya
mengandung pokok-pokok atau prinsip-prinsip berperkara di persidangan dalam
lingkungan peradilan. Isi surat tersebut adalah: Pertama, memutuskan
perkara di pengadilan adalah kewajiban yang harus dikokohkan dan sunah yang
harus diikuti. Kedua, sebelum sebuah perkara diputuskan, ia harus
dipahami terlebih dahulu agar (hakim) dapat bertindak adil. Sesungguhnya
berbicara keadilan tanpa ditegakkan, tidaklah bermanfaat. Ketiga,
pihak-pihak yang berperkara harus diperlakukan sama, baik dalam persidangan
maupun dalam menetapkan keputusan, sehingga pejabat tidak mengharap menang
(karena ketidak adilan peradilan) dan orang-orang lemah tidak putus asa dalam
memperjuangkan keadilan. Keempat, alat bukti dibebankan kepada
penggugat, sedangkan sumpah dibebankan kepada pihak tergugat. Kelima, damai
–sebagai jalan keluar dari persengketaan- dibolehkan selama tidak menghalalkan
yang haram atau mengharamkan yang halal. Kelima, berilah waktu kepada
penggugat untuk mengumpulkan alat-alat bukti; dan persengketaan diputuskan
harus berdasarkan alat-alat bukti. Keenam, hakim harus berani mengakui
kesalahan apabila ternyata dalam keputusannya terdapat kekeliruan (prinsip
peninjauan kembali). Ketujuh, kesaksian seorang muslim dapat diterima
kecuali muslim yang pernah memberikan kesaksian palsu, pernah dijatuhi hukuman had,
atau yang asal-usulnya diragukan. Kedelapan, seorang hakim dibenarkan melakukan
analogi (qiyas) dalam memutuskan perkara apabila perkara yang hendak diselesaikan
tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah; dan Kedelapan, dalam
proses menyelesaikan dan memutuskan perkara, hakim tidak boleh dalam keadaan
marah, berpikiran kacau (goyah), jemu, bersikap keras, dan hendaklah memutuskan
perkara dilakukan dengan ikhlas hati dan berharap pahala dari Allah SWT.[10]
Surat
Umar yang berisi tentang prinsip-prinsip peradilan merupakan kebudayaan tinggi
(peradaban), salah satu alasannya karena prinsip itu masih dipergunakan hingga
sekarang meskipun setelah dilakukan beberapa perubahan atau modifikasi. Gagasan
Umar mengenai prinsip peradilan dapat dijadikan dasar untuk menjadikan Umar
sebagai “Bapak Peradilan”.[11]
D.
Syahidnya Khalifah Umar
Khalifah
Umar mati shahid akibat sebuah kospirasi yang dirancang oleh musuh-musuh Islam
dari kalangan Yahudi dan Persia yang sangat membencinya. Karena Umarlah yang
menyebabkan lenyapnya kekuasaan dan pemerintahan mereka.
Dia
meninggal akibat tusukan yang dialaminya pada saat dia sedang melakukan shalat
subuh. Tusukan itu dilakukan oleh Abu Lu’luah Al-Majusi, seorang mantan budak
Persia. Umar ditusuk dengan belati beracun.[12]
Sebelum
meninggal, dia memilih enam sahabatnya yang mendapat kabar gembira dari Rasulullah
bahwa mereka akan masuk surga, Umar berwasiat kepada enam orang ini untuk
memilih salah seorang diantara mereka untuk menjadi khalifah. Kemudian tim ini
bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sabagai khalifah melalui persaingan
ketat dengan Ali bin Abi Thalib.[13]
Umar wafat pada bulan Dzulhijjah 23 H/643 M dan memerintah selama sepuluh
tahun.
E.
Hasil Kerjanya Khalifah Umar
Hasil
kerjanya saat beliau menjabat menjadi khalifah adalah sebagai berikut :
v Khalifah Umar adalah khalifah pertama
yang menggelari dirinya sebagai Amirul Mu’minin.
v Dia adalah orang pertama yang membentuk
kantor kementrian. Ada kantor tentara, kantor distribusi, pengiriman surat
melalui kurir dan membuat mata uang.
v Dia adalah orang pertama yang membuat
penanggalan Islam dengan menjadikan awal hijrah Rasulullah sebagai awalnya.
v Umar melakukan perluasan Masjidil Haram.
v Umar membentuk departemen dan membagi
daerah kekuasaan Islam menjadi 8 provinsi.
v Umar juga membentuk kepala distrik yang
disebut ‘Amil.[14]
IV.
SIMPULAN
Umar
bin Khattab merupakan khalifah kedua setelah Abu bakar, Umar menjadi khalifah
yang ditunjuk langsung oleh Abu Bakar. Pada masa pemerintahan beliau, banyak
wilayah-wilayah yang telah ditaklukan Islam, misalnya dikawasan barat, Islam
berhasil menaklukan Damaskus, wilayah pantai Syam, Mesir, Libya. Sedangkan
dikawasan sebelah timur, Islam telah menaklukan Madain, Jalawla’, Nahawand dan
ke berbagai wilayah Persia. Gagasan Umar mengenai prinsip peradilan dapat
dijadikan dasar untuk menjadikan Umar sebagai “Bapak Peradilan”. Khalifah
Umar telah memerintah selama 10 tahun lebih 6 bulan, dan hari kematiannya
sangat tragis, Abu Lu’luah secara tiba-tiba menyerangnya dengan tikaman pisau
tajam ke arah Umar yang sedang melaksanakan shalat subuh.
V.
PENUTUP
Demikianlah
makalah yang dapat kami sajikan, kami menyadari bahwa makalah kami masih banyak
kekeliruan, untuk itu kami membutuhkan kritik dan saran dari para pembaca yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua, AAMIIN.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, K., 1976. Ishamer Itihash, Dhaka: Ali Publication.
Husaini, Ahmad, 1949. Arab Administration, Madras: Soldent
& Co.
Ibrahim, Hasan, 1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta:
Penerbit Kota Kembang.
Mahmud, Abbas Al-Akkad,
1978. Kecemerlangan Khalifah Umar bin
Khattab, Jakarta: Bulan Bintang.
Mahmud, Syed An-Nashir, 1994. Islam: Concept and History, New
Delhi: Kitab Bhavan.
Mubarok, Jaih, 2004. Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Bani
Quraisy.
Syafi’i, Ahmad Ma’arif,
2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban
Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Syukkur, Fatah, 2008. Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Fak.
Tarbiyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar