Jumat, 16 September 2011

Peradaban Islam Pada Masa 'Umar Bin Khattab


PERADABAN ISLAM PADA MASA UMAR BIN KHATTAB

       I.            PENDAHULUAN
Abu Bakar meninggal dunia, sementara barisan depan pasukan Islam sedang mengancam Palestina, Irak dan Kerajaan Hirah. Ia diganti oleh tangan kanannya “Umar bin Khattab”. Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka shahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud agar tidak terjadi perslisihan dan perpecahahn dikalangan umat Islam.[1] Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera beramai-ramai membaiat Umar.

    II.            POKOK BAHASAN
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang :
A.       Bagaimana Hubungan Antara Khalifah Umar dan Daulah Islamiyyah?
B.       Penaklukan- Penaklukan Apa Saja di Masa Pemerintahannya?
C.       Bagaimana Prinsip-Prinsip Peradilan Yang Dipakai Oleh Khalifah Umar?
D.       Bagaimana Cerita Syahidnya Khalifah Umar?
E.        Apa Saja Hasil kerjanya Khalifah Umar?

 III.            PEMBAHASAN
A.       Umar dan Daulah Islamiyyah
Daulah Islamiyyah berdiri pada masa khalifah Abu Bakar, karena dialah yang memantabkan aqidah dan mengirim ekspedisi-ekspedisi. Dia menetapkan sistem yang tepat dalam memantabkan aqidah dikalangan orang Arab dengan apa yang dilakukan dalam perang murtad dan sistem yang tepat dalam mengamankan Negara dari musuh-musuhnya dengan mengirim ekspedisi-ekspedisi dan mengadakan penaklukan-penaklukan. Dia mempelopori khalifah-khalifah Islam dalam dua tugas yang mulia ini.
Hanya kita menamakan Umar sebagai pendiri Daulah Islamiyyah dalam pengertian lain, bukan pengertian kepeloporan dalam tugas-tugas khalifah. Pertama: kami tidak menemukan kedudukan yang layak baginya dalam sejarah selain kedudukan Negara besar. Kedua: kami tidak menghubungkan peletakan dasar dengan jabatan khalifah dalam tegaknya Negara seperti Daulah Islamiyyah. Karena yang pertama berhubungan dengan aqidah, dasar tegaknya Negara dan bukan perluasan daerah dengan peperangan dan penaklukan. Umar dari segi apapun adalah pendiri Daulah Islamiyyah beberapa tahun sebelum ia menjabat sebagai khalifah, bahkan dia adalah pendirinya semenjak masuk Islam lalu melakukan dakwah secara terang-terangan dan memperkuat dakwah Islamiyyah dengan kehebatan dan kekerasannya.[2]
Dia  adalah pendirinya semenjak ia mengulurkan tangannya kepada Abu Bakar lalu membaiatnya sebagai khalifah dan menghentikan perselisihan yang nyaris menghancurkan dasar-dasarnya. Dia adalah pendirinya pada hari ia menyarankan kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an dalam sebuah mushhaf, yang dalam Daulah Islamiyyah merupakan dasar segala undang-undang dan tiang utama dari tiang-tiangnya.
Umar mengadakan dalam Daulah Islamiyyah peraturan-peraturan baru yang belum ada sebelumnya. Maka dia membuka lembaran sejarah baru, memperpesat kemajuan, membentuk pemerintah, mengatur kantor, meletakan  dasar-dasar peradilan dan administrasi, mengadakan baitul maal, mengadakan hubungan pos ke daerah-daerah, menempatkan pasukan-pasukan diperbatasan dan melakukan segala sesuatu pada waktu yang tepat untuk melakukannya dan dilakukan dengan sebaik-baiknya. Kesimpulan yang dapat dikaitkan mengenai Umar adalah ia telah menciptakan peraturan untuk segala sesuatunya diatas dasar yang kokoh dan kemudian siapa yang ingin menyempurnakannya dia dapat melakukannya diatas dasar-dasar itu.[3]
Inti dari segala  peraturan pemerintahan adalah sistem musyawarah yang ditegakkan oleh Umar dengan sebaik-baiknya pada zamanya. Tokoh-tokoh sahabat dikumpulkanya sebagai staf untuk berunding dan meminta pendapat. Dia tidak menugaskan mereka ke daerah-daerah, untuk menghormati kedudukan mereka, mengambil manfaat dari pendapat mereka, memperkuat dan membantu dalam tugasnya.


B.        Penaklukan-Penaklukan di Masa Pemerintahanya
Setelah memangku jabatan kekhalifahannya, Umar melanjutkan kebijakan perang yang telah dimulai oleh Abu Bakar untuk menghadapi tentara Sasania maupun Bizantium baik di front timur (Persia), utara (Syam), maupun di barat (Mesir). Ada beberapa sebab ekspansi Umar bin Khattab ke wilayah-wilayah tersebut diantaranya: Letak geografis Syam, Persia, Iraq maupun Mesir adalah wilayah perbatasan dengan pemerintahan Islam. Daerah Bizantium terletak sebelah barat laut Arab terdiri dari Syiria, Palestina, Yordania dan Mesir. Mereka sejak awal memiliki hubungan kurang harmonis dengan bangsa Arab. Antara lain duta Nabi dibunuh orang kristen di Syiria atas restu Raja Heraklitus. Pada saat itu sungai Nil dan Mesopotamia adalah lahan yang subur. Jika dibandingkan dengan keadaan Arab yang gersang dan tandus maka hal ini menarik keinginan para prajurit Islam untuk menguasai wilayah tersebut sebagai sentrum perjuangan di luar jazirah Arab. Selain itu Damaskus pada saat itu juga merupakan kota penting. Disini dijadikan kota dan jalur perdagangan internasional.[4]
Umar melakukan reformasi dalam pemerintahan. Selama memimpin dalam kurun waktu 10 tahun, ia termasuk pemimpin yang berhasil terutama bagi kesejahteraan rakyat dan peraturan Islam yang semakin kokoh. Dalam pemerintahannya, ada majlis Syura’. Bagi Umar tanpa musyawarah, maka pemerintahan tidak akan jalan.[5] Umar membentuk departemen dan membagi daerah kekuasaan Islam menjadi 8 provinsi. Setiap provinsi dikepalai oleh Wali dan setiap provinsi didirikan kantor Gubernur. Umar juga membentuk kepala distrik yang disebut ‘Amil. Pada masanya, setiap pejabat pemerintahan sebelum diambil sumpah terlebih dahulu di audit harta kekayaannya oleh tim yang telah dibentuk oleh Umar.[6]
Kebijakan yang paling fenomenal adalah kebijakan ekonomi di Sawad. Umar mengeluarkan dekrit bahwa orang Arab termasuk tentara dilarang transaksi jual beli tanah diluar Arab. Hal ini memancing reaksi anggota Syura’, namun Umar membeli alasan yaitu kalau mutu tentara Arab menurun, produksi menurun, negara rugi 80% dari pendapatan dan rakyat akan kehilangan mata pencahariannya (sawah) menyebabkan mereka akan mudah berontak kepada negara. Sebaliknya sebelum Islam, tentara Sasania dan Romawi merampas tanah-tanah subur di daerah yang mereka kuasai dari tangan petani. Sebagai solusi, guna mangatasi gejolak keuangan, ia memberi gaji tetap tentara dan pensiun kepada seluruh shahabat Nabi.[7]
Khalifah Umar menerapkan pajak perdagangan (bea cukai) yang bernama “Ushur” setelah ia mendapat laporan bahwa apabila pedagang Arab datang ke Bizantium ditarik pajak 10% dari barang yang dijual, maka melihat efek positifnya khalifah menerapkan sistem itu bagi para pedagang non muslim yang memasuki wilayah kekuasaan Islam. Sementara itu bagi Dzimmi yang berada di dalam negeri dikenakan sebesar 5% sedangkan bagi orang Islam membayar 2,5% dari harga barang dagangan.[8]
Disebutkan bahwa Umar juga mengeluarkan beberapa kebijakan yang baru yang tidak terdapat pada periode sebelumnya, misalnya demi keamanan, menjaga kualitas tentang Arab, produksi panen yang memadai, menghindari negara dari kerugian pajak 80%, keadilan, menghindari diskriminasi Arab dan non Arab, khalifah melarang transaksi jual beli tanah bagi Arab diluar Arab. Al-Maal Ghanimah selama ini diberikan kepada kepala negara 20% dan tentara 80%, tentara diberi gaji bulanan.[9]

C.       Prinsip-Prinsip Peradilan Yang Dipakai Oleh Khalifah Umar
Umar ibn Khattab mengirim surat kepada Abu Musa Al-Asy’ari (hakim Kufah) yang isinya mengandung pokok-pokok atau prinsip-prinsip berperkara di persidangan dalam lingkungan peradilan. Isi surat tersebut adalah: Pertama, memutuskan perkara di pengadilan adalah kewajiban yang harus dikokohkan dan sunah yang harus diikuti. Kedua, sebelum sebuah perkara diputuskan, ia harus dipahami terlebih dahulu agar (hakim) dapat bertindak adil. Sesungguhnya berbicara keadilan tanpa ditegakkan, tidaklah bermanfaat. Ketiga, pihak-pihak yang berperkara harus diperlakukan sama, baik dalam persidangan maupun dalam menetapkan keputusan, sehingga pejabat tidak mengharap menang (karena ketidak adilan peradilan) dan orang-orang lemah tidak putus asa dalam memperjuangkan keadilan. Keempat, alat bukti dibebankan kepada penggugat, sedangkan sumpah dibebankan kepada pihak tergugat. Kelima, damai –sebagai jalan keluar dari persengketaan- dibolehkan selama tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. Kelima, berilah waktu kepada penggugat untuk mengumpulkan alat-alat bukti; dan persengketaan diputuskan harus berdasarkan alat-alat bukti. Keenam, hakim harus berani mengakui kesalahan apabila ternyata dalam keputusannya terdapat kekeliruan (prinsip peninjauan kembali). Ketujuh, kesaksian seorang muslim dapat diterima kecuali muslim yang pernah memberikan kesaksian palsu, pernah dijatuhi hukuman had, atau yang asal-usulnya diragukan. Kedelapan, seorang hakim dibenarkan melakukan analogi (qiyas) dalam memutuskan perkara apabila perkara yang hendak diselesaikan tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah; dan Kedelapan, dalam proses menyelesaikan dan memutuskan perkara, hakim tidak boleh dalam keadaan marah, berpikiran kacau (goyah), jemu, bersikap keras, dan hendaklah memutuskan perkara dilakukan dengan ikhlas hati dan berharap pahala dari Allah SWT.[10]
Surat Umar yang berisi tentang prinsip-prinsip peradilan merupakan kebudayaan tinggi (peradaban), salah satu alasannya karena prinsip itu masih dipergunakan hingga sekarang meskipun setelah dilakukan beberapa perubahan atau modifikasi. Gagasan Umar mengenai prinsip peradilan dapat dijadikan dasar untuk menjadikan Umar sebagai “Bapak Peradilan”.[11]

D.       Syahidnya Khalifah Umar
Khalifah Umar mati shahid akibat sebuah kospirasi yang dirancang oleh musuh-musuh Islam dari kalangan Yahudi dan Persia yang sangat membencinya. Karena Umarlah yang menyebabkan lenyapnya kekuasaan dan pemerintahan mereka.
Dia meninggal akibat tusukan yang dialaminya pada saat dia sedang melakukan shalat subuh. Tusukan itu dilakukan oleh Abu Lu’luah Al-Majusi, seorang mantan budak Persia. Umar ditusuk dengan belati beracun.[12]
Sebelum meninggal, dia memilih enam sahabatnya yang mendapat kabar gembira dari Rasulullah bahwa mereka akan masuk surga, Umar berwasiat kepada enam orang ini untuk memilih salah seorang diantara mereka untuk menjadi khalifah. Kemudian tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sabagai khalifah melalui persaingan ketat dengan Ali bin Abi Thalib.[13] Umar wafat pada bulan Dzulhijjah 23 H/643 M dan memerintah selama sepuluh tahun.

E.        Hasil Kerjanya Khalifah Umar
Hasil kerjanya saat beliau menjabat menjadi khalifah adalah sebagai berikut :
v  Khalifah Umar adalah khalifah pertama yang menggelari dirinya sebagai Amirul Mu’minin.
v  Dia adalah orang pertama yang membentuk kantor kementrian. Ada kantor tentara, kantor distribusi, pengiriman surat melalui kurir dan membuat mata uang.
v  Dia adalah orang pertama yang membuat penanggalan Islam dengan menjadikan awal hijrah Rasulullah sebagai  awalnya.
v  Umar melakukan perluasan Masjidil Haram.
v  Umar membentuk departemen dan membagi daerah kekuasaan Islam menjadi 8 provinsi.
v  Umar juga membentuk kepala distrik yang disebut ‘Amil.[14]

 IV.            SIMPULAN
Umar bin Khattab merupakan khalifah kedua setelah Abu bakar, Umar menjadi khalifah yang ditunjuk langsung oleh Abu Bakar. Pada masa pemerintahan beliau, banyak wilayah-wilayah yang telah ditaklukan Islam, misalnya dikawasan barat, Islam berhasil menaklukan Damaskus, wilayah pantai Syam, Mesir, Libya. Sedangkan dikawasan sebelah timur, Islam telah menaklukan Madain, Jalawla’, Nahawand dan ke berbagai wilayah Persia. Gagasan Umar mengenai prinsip peradilan dapat dijadikan dasar untuk menjadikan Umar sebagai “Bapak Peradilan”. Khalifah Umar telah memerintah selama 10 tahun lebih 6 bulan, dan hari kematiannya sangat tragis, Abu Lu’luah secara tiba-tiba menyerangnya dengan tikaman pisau tajam ke arah Umar yang sedang melaksanakan shalat subuh.

    V.            PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan, kami menyadari bahwa makalah kami masih banyak kekeliruan, untuk itu kami membutuhkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, AAMIIN.


























DAFTAR PUSTAKA

Ali, K., 1976. Ishamer Itihash, Dhaka: Ali Publication.
Husaini, Ahmad, 1949. Arab Administration, Madras: Soldent & Co.
Ibrahim, Hasan, 1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Penerbit Kota Kembang.
Mahmud, Abbas Al-Akkad, 1978. Kecemerlangan Khalifah Umar bin Khattab, Jakarta: Bulan Bintang.
Mahmud, Syed An-Nashir, 1994. Islam: Concept and History, New Delhi: Kitab Bhavan.
Mubarok, Jaih, 2004. Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Syafi’i, Ahmad Ma’arif, 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Syukkur, Fatah, 2008. Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Fak. Tarbiyah.


       [1] Hasan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Penerbit Kota Kembang, 1989), Hlm. 34.
       [2] Abbas Mahmud Al-Akkad, Kecemerlangan Khalifah Umar bin Khattab, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), Cet. 1, Hlm. 142.
       [3] Ibid., Hlm. 143.
       [4] Ahmad Syafi’i Ma’arif, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), Cet. 1, Hlm. 85.
       [5] K. Ali, Ishamer Itihash, (Dhaka: Ali Publikation, 1976), Hlm. 198.
       [6] Ahmad Husaini, Arab Administration, (Madras: Soldent & Co, 1949), Hlm. 41.
       [7] K. Ali, Op. Cit., Hlm. 210.
       [8] Ahmad Husaini, Loc. Cit.
       [9] Ibid., Hlm. 61.
       [10] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), Cet. 1, Hlm. 50.
       [11] Syed Mahmud An-Nashir, Islam: Concept and History, (New Delhi: Kitab Bhavan, 1994), Hlm. 137. 
       [12] Fatah Syukkur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: Fak. Tarbiyah, 2008), Cet. 1, Hlm. 74-75.
       [13] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. 15, Hlm. 38.
       [14] Ahmad Syafi’i Ma’arif, Op. Cit., Hlm. 86.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar