Jumat, 16 September 2011

Qira'ah Qur'an

QIRA’AT QUR’AN


I.      PENDAHULUAN

Bangsa Arab merupakan komunitas dari berbagai suku yang tersebar disepanjang Jazirah Arab.Setiap suku mempunyai format dialek yang tipikal dan berbeda dengan suku-suku lainnya.Perbedaan dialek itu tentunya sesuai dengan letak geografis dan sosio-kultural dari masing-masing suku.
Disisi lain,perbedaan-perbedaan dialek(lahjah) itu membawa konsekuensi lahirnya bermacam-macam bacaan(qira’ah) dalam melafalkan Al-Quran.Lahirnnya bermacam-macam qiraat itu sendiri,dengan melihat gejala beragamnya dialek,sebenarnya bersifat alami,artinya tidak dapat dihindari lagi.Oleh karena itu,Rasulullah SAW.sendiri membenarkan pelafalan Al-Quran dengan berbagai macam qiraat.Sabdanya,Al-Quran itu diturunkan dengan menggunakan tujuh huruf dan hadis-hadis lain yang sepadan dengannya,kendatipun Abu Syamah dalam kitabnya Al-Quran Al-Wajiz menolak muatan hadis itu sebagai justifikasi qira’ah sab’ah[1].

II.      POKOK BAHASAN

    Didalam Masalah Qira’at Ini,Kami Akan Membahas Tentang:
A.    Pengertian Qira’at
B.     Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at
C.     Penyebab Perbedaan Qira’at
D.    Macam-Macam Qira’at
E.     Urgensi Mempelajari Qira’at dan Pengaruhnya Dalam Penetapan Hukum

III.      PEMBAHASAN

A.     Pengertian Qira’at
qira’at diturunkan dari kata qara’a, yang artinya bacaan,kutipan, yang dari kata tersebut pula istilah al-qur’an berasal.Ia merupakan verbal-noun yang artinya adalah bacaan[2].qira’at ialah suatu cara membaca al-qur’an yang dipilih oleh salah seorang imam ahli qira’ah,yang berbeda dengan cara orang lain daucapkan al-qur’anul karim,sekalipun riwayat dan jalannya sama[3].
Definisi ini mengandung 3 unsur pokok.Pertama,qira’at dimaksud menyangkut bacaan ayat-ayat.Cara membaca al-qur’an berbeda dari satu imam dengan imam qira’at lainnya.Kedua,cara bacaan yang dianut dalam suatu madzhab qira’at didasarkan atas riwayat bukan atas qiyas/ijtihad.Ketiga,perbedaan antara qira’at-qira’at bisa terjadi dalam pengucapan huruf-huruf[4].

B.     Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at

1.       Latar Belakang Historis
Qira’at sebenarnya telah muncul sejak masa nabi walaupun pada saat itu qiraah bukan merupakan sebuah disiplin ilmu.Ada beberapa riwayat yang dapat mendukung asumsi ini,yaitu:
a.       Suatu ketika Umar bin Khattab berbeda pendapat dengan Hisyam bin Hakim ketika membaca ayat Al-Qur’an.Umar merasa tidak puas terhadap bacaan Hisyam sewaktu ia membaca surat Al-Furqan.Menurut Umar,bacaan Hisyam itu tidak benar dan bertentangan dengan apa yang diajarkan nabi kepadanya.Namun Hisyam menegaskan pula bahwa bacaannyapun dari Nabi.Seusai shalat Hisyam diajak menghadap Nabi untuk melaporkan peristiwa tersebut,kemudian Nabi menyuruh Hisyam mengulangi bacaannya sewaktu shalat tadi.Setelah Hisyam melakukannya,Nabi bersabda:

هكذا أنزلت ان هذا القرأن أنزل على سبعة احرف فآقرئوا ما تيسر منه

Artinya:Memang begitulah Al-Qur’an diturunkan,sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan dalam tujuh huruf,maka bacalah oleh kalian apa yang kalian anggap mudah dari tujuh huruf itu.[5]
b.   Didalam sebuah riwayat,Ubay pernah bercerita:
Aku masuk kemasjid untuk mengerjakan shalat,kemudian datanglah seseorang dan ia membaca surat An-Nahl,tetapi bacaannya berbeda dengan bacaanku ,setelah ia selesai aku bertanya,siapakah yang membacakan ayat itu kepadamu?ia menjawab,Rasulullah SAW.Kemudian datanglah seorang lainnya mengerjakan shalat dengan membaca surat An-Nahl,tetapi bacaannya berbeda dengan bacaanku dan bacaan orang pertama.Setelah shalatnya selesai,aku bertanya siapakah yang membacakan ayat itu kepadamu?ia menjawab,Rasulullah SAW.Kedua orang itu lalu kuajak menghadap nabi,beliau meminta salah satu dari dua orang itu membacakan lagi surat itu,setelah bacaannya selesai Nabi bersabda,Baik.Kemudian Nab meminta pada yang lain agar melakukan hal myang sama,dan Nabipun menjawabnya,Baik.[6]
Menurut catatan sejarah,timbulnya penyebaran qira’at dimulai pada masa tabi’in,yaitu pada awal abad 2H,tatkala para qari’ telah tersebar diberbagai pelosok.Mereka lebih suka mengemukakan qira’at gurunya dari pada mengikuti qira’at imam-imam lainnya.Qira’at-qira’at tersebut diajarkan secara turun-temurun dari guru kemurid.
Kebijakan Abu Bakar yang tidak mau memusnahkan mushhaf-mushhaf lain,selain yang telah disusun Zaid bin Tsabit,mempunyai andil besar dalam munculnya qira’at yang kian beragam.Perlu dicatat bahwa mushhaf-mushhaf itu tidak berbeda dengan yang disusun Zaid bin Tsabit dan kawan-kawannya,kecuali dalam dua hal saja,yaitu:kronologi surah dan sebagian bacaan yang merupakan penafsiran yang ditulis dengan lahjah tersendiri.Hal ini karena mushhaf-mushhaf itu merupakan catatan pribadi mereka masing-masing.
Masih adanya mushhaf-mushhaf itu disertai dengan penyebaran para qari’ keberbagai penjuru,pada gilirannya melahirkan sesuatu yang tidak diinginkan,yakni timbulnya qira’at yang semakin beragam.Lebih-lebih setelah terjadinya transformasi bahasa dan akulturasi akibat bersentuhan dengan bangsa-bangsa bukan arab.

2.   Latar Belakang Cara Penyampaian
Perbedaan qiraat itu bermula dari bagaimana seorang guru membacakan qiraat itu kepada murid-muridnya.Dan kalau diruntun cara membaca Al-Qur’an yang berbeda-beda itu ,sebagaimana dalam kasus Umar dan Hisyam,diperbolehkan oleh Nabi sendiri.[7]Hal itu mendorong beberapa ‘ulama’ mencoba merangkum bentuk-bentuk perbedaan cara melafalkan Al-Qur’an itu sbb :[8]
a.       perbedaan dalam i’rab atau harakat kalimat tanpa perubahan makna dan bentuk kalimat
b.       perbedaan pada i’rab dan harakat kalimat sehingga mengubah maknanya
c.       perbedaan pada perubahan huruf tanpa perubahan i’rab dan bentuk tulisannya,sedangkan maknanya berubah
d.      perubahan pada kalimat dengan perubahan pada bentuk tulisannya,tetapi maknanya tidak berubah
e.       perbedaan pada kalimat yang menyebabkan perubahan bentuk dan maknanya
f.        perbedaan dalam mendahulukan dan mengakhirkannya
g.       perbedaan dengan menambah dan mengurangi huruf

C.     Penyebab Perbedaan Qira’at
                        Sebab-sebab munculnya beberapa qira’at yang berbeda adalah:
1.      perbedaan qira’at nabi,artinya dalam mengajarkan Al-Qur’an kepada para sahabatnya,Nabi memakai beberapa versi qiraat
2.      pengakuan dari Nabi terhadap berbagai qiraat yang berlaku dikalangan kaum muslimin waktu itu.Hal ini menyangkut dialek diantara mereka dalam mengucapkan kata-kata didalam Al-Qur’an
3.      adanya lahjah/dialek kebahasaan dikalangan bangsa arab pada masa turunnya Al-Qur’an  
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               
D.     Macam-Macam Qira’at
Ditinjau dari para Qurra’,ada tiga macam yaitu:
1.       Qira’ah Sab’ah,yang qira’ahnya disandarkan kepada tujuh tokoh ahli qira’ah yang termasyhur.qira’ah tersebut mulai terkenal sejak abad 2H,pada masa pemerintahan Al-Makmun.7orang pakar qira’ah tersebut ialah:
o Nafi’ bin Abd.Rahman
o Ashim bin Abi Najud Al-Asady
o Hamzah bin Habib At-Taymi
o Ibnu Amir Al-Yashhubi
o Abdullah ibnu Katsir
o Abu Amr ibnul Ala
o Abu Ali Al-Kisa’i
         Imam Al-Makki menngatakan,ada 2 alasan mengapa dinamakan qira’ah sab’ah,yaitu:Pertama,khalifah utsman ketika mengirim copy mushhhaf kedaerah-daerah ,itu ada 7 buah yang masing-masing disertai dengan ahli qira’ah yang mengajarkannya,karena itu nama qira’ah tersebut berasal dari jumlah qurra’ yang mengajarkannya,yakni sab’ah.Kedua,karena 7 qira’ah itu adalah sama dengan 7 cara (dialek) bacaan diturunkannya Al-Qur’an 
2.   Qira’ah Asyrah,yang qira’ahnya didasarkan kepada 10 orang ahli qira’at yang mengajarkannya.Menurut sebagian ‘Ulama’,pembatasan terhadap tujuh ahli qira’at itu kurang tepat,karena ternyata masih banyak ‘ulama’ lain yang pandai memahami qira’atil qur’an.Jadi,qira’ah asyrah itu ialah qira’ah yang disandarkan kepada 10 orang ahli qira’at,yaitu 7 orang yang tersebut dalam qira’ah sab’ah ditambah dengan 3 orang lagi,yaitu:
o Abu Ja’far Yazid ibnul Qa’qa Al-Qari
o Abu Muhammad Ya’kub bin Ishaq Al-Hadhari
o Abu Muhammad Khalaf  bin Hisyam Al-A’masyy
3.            Qira’ah Arba’a Asyrata,yang qira’ahnya disandarkan kepada 14 orang ahli qira’at yang mengajarkannya.14 ahli qira’at tersebut ialah 10 orang ahli qira’at ‘asyrah ditambah 4 orang lagi,yaitu:
o Hasan Al-Basyri
o Ibnu Muhaish
o Yahya ibnul Mubarak Al-Yazidi
o Abul Faraj ibnul Ahmad Asy-Syambudzi [9]
Ditinjau dari para perawi,ada 6 macam,yaitu:
a)       Mutawatir,yaitu qira’at yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang   tidak mungkin bersepakat untuk berdusta,dari sejumlah orang yang seperti itu dan sanadnya bersambung hingga penghabisannya,yakni Rasulullah
b)Masyhur,yaitu qira’at yng shahih sanadnya tetapi tidak mencapai derajat mutawatir,sesuai dengan kaidah bahasa arab dan rasam utsmani serta terkenal pula dikalangan para ahli qira’at sehingga karenanya tidak dikategorikan qira’at yang salah[10].Kedua macam qira’at ini harus dipercayai benarnya,tidak boleh diingkari.[11]
c)    Ahad,yaitu qira’at yang shahih sanadnya tetapi menyalahi rasam utsmani atau menyalahi kaidah bahasa arab
d)      Syadz,yaitu qira’at yang tidak shahih sanadnya
e)       Maudhu’,yaitu qira’at yang tidak ada asalnya
f)       Mudraj,yaitu yang ditambahkan kedalam qira’at  sebagai penafsiran
Keempat macam terakhir ini tidak boleh diamalkan bacaannya.[12]
Tolak ukur yang dijadikan pegangan para ‘ulama’ dalam menetapkan qira’ah shahih adalah sbb:
a.    bersesuaian dengan kaidah bahasa arab
b.            memiliki sanad yang shahih
c.    bersesuaian dengan salah satu kaidah penulisan mushhaf utsmsn
Menurut satu jama’ah para imam,wajib atas qari’ al-qur’an,ulama’,dan ahli menulis agar mengikuti rasam ini.[13]Qira’at-qira’at yang sekalipun sesuai dengan kaidah bahasa arab tetapi tidak diriwayatkan melalui sanad yang shahih,dianggap tidak sah.sebaliknya,tak sedikit qira’at yang oleh ahli ilmu nahwu tidak dibenarkan,tetapi tetap dianggap shahih karna mempunyai sanad yang shahih.[14]

E.   Urgensi Mempelajari Qira’at dan Pengaruhnya Dalam Penetapan Hukum
1.Urgensi Mempelajari Qira’at
Dalam hal ini, hampir seluruh umat Islam Indonesia, bahkan seluruh dunia saat ini mempraktekkan Qiraat Alquran Imam ‘Ashim yang diriwayatkan oleh Imam Hafsh. Dengan demikian, salah satu kegunaan mempelajari Ilmu Qiraat Pertama, adalah dapat mempertegas Qiraat yang kita praktekkan sebagai qiraat yang benar dan bersumber dari Rasulullah.  Kedua, dengan mengetahui adanya qiraat dari imam-imam lain yang juga bernilai mutawatir, kita dapat menyadari bahwa qiraat yang kita praktekkan bukanlah satu-satunya qiraat yang sah atau mu’tabarah. Ketiga, dengan pengetahuan tentang adanya perbedaan qiraat yang berakibat pada perbedaan hasil istinbath hukum, maka kita dapat berlapang dada menerima perbedaan yang ada. Keempat, bagi orang yang ingin memahami makna Alquran secara luas dan mendalam, pengetahuan tentang qiraat dapat membantu mereka menemukan makna-makna Alquran secara lebih luas lagi.[15]
2.Pengaruhnya Dalam Penetapan Hukum
Perbedaan qira’at terkadang berpengaruh pula dalam menetapkan ketentuan hokum.Contoh berikut ini dapat menperlihatkan pengaruh tersebut:[16]

4bÎ)ur LäêYä. #ÓyÌó£D ÷rr& 4n?tã @xÿy ÷rr& uä!$y_ Ótnr& Nä3YÏiB z`ÏiB ÅÝͬ!$tóø9$# ÷rr& ãLäêó¡yJ»s9 uä!$|¡ÏiY9$# öNn=sù (#rßÅgrB [ä!$tB (#qßJ£JutFsù #YÏè|¹ $Y7ÍhŠsÛ (#qßs|¡øB$$sù öNä3Ïdqã_âqÎ/ öNä3ƒÏ÷ƒr&ur 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. #qàÿtã #·qàÿxî ÇÍÌÈ
Berkaitan dengan ayat ini,imam Hamzah dan Al-Kisa’i memendekkan huruf lam pada kata lamastum,sedangkan imam lainnya memanjangkannya.Bertolak dari perbedaan qira’at ini,terdapat 3 versi pendapat para ‘ulama’ mengenai maksud kata itu,yaitu bersetubuh,bersentuh,dan bersentuh sambil bersetubuh.Berdasarkan perbedaan qira’at itu pula,para ‘ulama’ fiqih,ada yang berpendapat bahwa persentuhan laki-laki dan perempuan itu membatalkan wudlu,namun ada juga yang berpendapat bahwa persentuhan itu tidak membatalkan wudlu,kecuali kalau berhubungan badan
Uraian diatas menunjukkan besarnya pengaruh qira’at dalam proses penetapan hokum.[17]

IV.      SIMPULAN

Dari keterangan yang ringkas ini,dapatlah kita menggambarkan hakikat qira’at dan dapatlah kita mengambil suatu fikrah yang umum tentang ahli-ahli qira’at untuk sampai kepada tujuan kita yang asasi,yaitu memahami nash-nash al-qur’an.Oleh karena Al-Qur’an diturunkan atas 7 huruf,maka kita mempelajari ketujuhnya,didalam segala qira’at yang mutawatir
 Pegangan kita dalam hal ini mana yang paling shahih nukilannya, bukan mana yang paling sesuai dengan kaidah arabiyyah.Kita menjadikan al- qur’an sebagai hakim atas kaidah-kaidah lughah dan kita tidak menjadikan lughah dan nahwu sebagai hakim atas al-qur’an.

V.      PENUTUP

Demikianlah makalah yang kami buat,kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan,untuk itu kami membutuhkan kritik dan saran bagi para pembaca yang budiman.Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.AMIIN.




DAFTAR PUSTAKA


Abdul Azim, Muhammad, TT. Manhilil Irfan, Beirut: Darul Fikr.

Anwar, Rosihon, 2006. Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia.

Djalal, Abdul, 2002. Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu.

Http:Bamkuluq.Blogspot.Com/2008/II/Ilmu_ Qira’at.Html.

Hasbi, Muhammad, 2002. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Semarang: Rizki Putra.

Ibrahim, 1998. Pengenalan Sejarah Al-Qur’an, Jakarta: Rajawali Press.

Khalil, Manna’, 2004. Mabahits fi Ulumil Qur’an, Jakarta: Litera  Antar Nusa.

Marzuki, Kamaluddin, 1992. Ulumul Qur’an, Bandung: Rosakarya .

Masyhur, Kahar, 1992. Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, Jakarta: Rineka Cipta.

Subhi, 1988. Mabahits fi Ulumil Qur’an, Beirut: Darul Qalam.

Syadali, Ahmad, Dkk., 1997. Ulumul Qur’an 1, Bandung: Pustaka Setia.

Abu Hafs, TT. Almukarrar Fima Tawatara Minal Qira’at As-Sab’I, Singapura: Al-Haramain.

Von Denffer, Ahmad, 1988. Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Rajawali Pers.


       [1] Subhi Ash-Shalih, Mabahits fi Ulumil Qur’an, (Beirut: Darul Qalam, 1988), Hlm. 247
       [2] Ahmad Von Denffer, Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Rajawali Pers, 1988), Cet. 1, Hlm. 135
       [3] Muhammad Abdul Azim Az-Zarqani, Manhilil Irfan, (Beirut: Darul Fikr), Jilid 1, Hlm. 412
       [4] Ahmad Syadali, Dkk., Ulumul Qur’an 1, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), Cet. 1, Hlm. 225
       [5] Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), Cet. 3, Hlm. 149
       [6] Ibrahim Al-Ibyariy, Pengenalan Sejarah Al-Qur’an, (Jakarta: Rajawali Press, 1988), Hlm. 105
       [7] Ahmad Khalil, Dirasah filQur’an, (Mesir: Darul Ma’arif), Hlm. 96
       [8] Kamaluddin Marzuki, Ulumul Qur’an, (Bandung: Rosakarya, 1992), Hlm. 112
       [9] Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2002), Cet. 2, Hlm. 334-335
       [10] Manna’ Khalil Al-Qattan, Mabahits fi Ulumil Qur’an, (Jakarta: Litera  Antar Nusa, 2004), Cet. 8, Hlm. 257
       [11] Muhammad Hasbi, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Semarang: Rizki Putra, 2002), Cet. 2, Hlm. 147
       [12] Manna’ Khalil Al-Qattan, Loc. Cit. 
       [13] Kahar Masyhur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), Cet. 1, Hlm. 116
       [14] Kamaluddin Marzuki, Op. Cit., Hlm. 106
       [15] Http:Bamkuluq.Blogspot.Com/2008/II/Ilmu_ Qira’at.Html
       [16] Abu Hafs Umar bin Qasim, Almukarrar Fima Tawatara Minal Qira’at As-Sab’I, (Singapura: Al-Haramain), Hlm. 30
       [17]Ibid., Hlm. 31

Tidak ada komentar:

Posting Komentar