Jumat, 16 September 2011

Sanad & Matan Hadits

SANAD DAN MATAN HADITS

I      PENDAHULUAN
Pembahasan matan dan sanad merupakan sandaran yang sangat prinsipil dalam ilmu hadits dan merupakan jalur utama untuk mencapai tujuannya yang luhur, yakni untuk membedakan antara hadits yang maqbul dan mardud. Cabang-cabang ilmu hadits yang berkaitan dengan matan hadits ada banyak sekali dan ini juga perlu dipelajari semua. Sufyan Ats-Tsauri berkata: sanad merupakan senjata bagi orang mukmin, bila tanpa senjata maka dengan apa mereka akan berperang .Oleh karena itu, para muhadditsin meneliti dan menganalisis sanad,karena kajian atas sanad telah banyak sekali mengantarkan kepada keberhasilan  kritik atas matan, bahkan Kana dritik matan tidak mungkin berhasil tanpa melalui kajian sanad.
Oleh karena itu pembahasan sanad dan matan sangat penting untuk kita pelajari dan insya allah kami akan menguraikan nyas disini.

II      POKOK BAHASAN
Dalam makalah ini kami akan membicarakan tentang:
A.    Definisi Sanad dan Matan Hadits
B.     Matan Hadits Ditinjau Dari Segi Pembicaranya
C.     Kajian Sanad Yang Bersambung
D.    K ajian Sanad Yang Terputus                                                                                          
                              
E.     Penelitian Sanad Dan Matan Hadits

III      PEMBAHASAN    
A.    Definisi Sanad Dan Matan Hadits
1.      Sanad
Kata”sanad” menurut bahasa adalah “sandaran”,atau sesuatu yang kita jadikan sandaran.Dikatakan demikian,karena hadits bersandar kepadanya[1], sedang menurut istilah sanad adalah “silsilah para perawi yang menukilkan hadits  dari sumbernya yang pertama”.
Yang berkaitan dengan istilah sanad,terdapat kata-kata seperti ,al-isnad, al-musnid,dan al-musnad.Kata-kata ini secara terminologis mempunyai arti yang cukup luas,sebagaimana yang dikembangkan oleh para ‘ulama’.[2]
Kata “al-isnad” berarti menyandarkan, mengasalkan (mengembalikan keasal), yang dimaksud disini ialah menyandarkan hadits kepada orang yang mengatakannya. Menurut Al-Thibi,sebenarnya kata al-isnad dan al-sanad digunakan oleh para ahli hadits dengan pengertian yang sama.[3]
Kata”al-musnad”mempunyai beberapa arti,bisa berarti hadits yang disandarkan atau diisnadkan oleh seseorang,bias berarti nama suatu kitab yang menghimpun hadits-hadits dengan system penyusunan berdasarkan nama-nama para sahabat para perawi hadita,seperti kitab Musnad Ahmad;bias juga berarti nama bagi hadits yang marfu’ dan muttasil.
2.      Matan
Kata “matan” menurut bahasa berarti tanah yang meninggi ,sedang menurut istilah,matan adalah:”lafadh-lafadh hadits yang didalamnya mengandung makna-makna tertentu”,ada juga redaksi yang lebih simpel lagi,yang menyebutkan bahwa matan adalah ujung sanad. Dari kedua pengertian diatas,menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan matan ialah materi atau lafadh hadits itu sendiri.[4]

B.     Matan Hadits Ditinjau Dari Segi Pembicaranya
1.      Hadits Qudsi
Hadits qudsi adalah hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAWdan disandarkannya kepada Allah SWT.Penamaan hadits ini dengan nama hadits qudsi adalah sebagai penghormatan terhadap hadits-hadits yang demikian mengingat bahwa sandarannya adalah Allah.Jadi,seakan-akan hadits qudsi itu disabdakan untuk menyucikan dzat Allah,hadits qudsi disebut pula dengan Hadits Ilahi atau Hadits Rabbani.[5]
2.      Hadits Marfu’
Marfu’ menurut lughah adalah yang diangkat atau ditinggikan[6],sedang menurut istilah ialah ucapan,perbuatan,ketetapan,atau sifat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad secara khusus.Hadits mauquf itu ada yang muttashil,munqathi’,shahih,hasan,dha’if dan maudhu’.[7]
3.      Hadits Mauquf
Mauquf secara bahasa adalah barang yang dihentikan,barang yang diwaqafkan,sedangkan secara istilah ialah sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat dan tidak sampai kepada Rasulullah.Hadits yang demikian disebut mauquf karena ia hanya terhenti pada sahabat dan tidak naik kepada Rasulullah SAW.[8]
4.      Hadits Maqthu’
Maqthu’ menurut lughah adalah yang dipotong,lawannya maushul=yang bersambung,sedang secara istilah ialah hadits yang disandarkan kepada tabi’in.[9]

C.     Kajian Sanad Yang Bersambung
Pasal ini mencakup hal-hal sebagai berikut:
1.      Hadits Muttashil=Mausul
Muttashil menurut lughah ialah yang bersambung,sedang menurut istilah adalah hadits yang didengar oleh masing-masing rawinya dari rawi yang diatasnya sampai kepada ujung sanadnya,baik hadits marfu’ maupun mauquf.
2.      Hadits Musnad
Musnad secara bahasa adalah yang disandarkan,sedang menurut istilah ialah hadits yang sanadnya bersambung dan marfu’ kepada kepada Rasulullah SAW.Dengan demikian,hadits mauquf dan maqthu’ tidak termasuk hadits musnad.[10]
3.      Hadits Mu’an’an
Mu’an’an secarabahasa ialah hadits yang diriwayatkan dengan memakai “an”,sedang secara istilah ahli hadits mu’an’an ialah hadits yang diriwayatkan dengan memakai perkataan “fulan ‘an fulan”.
Ada dua syarat bagi hadits mu’an’an supaya bisa dikategorikan kedalam hadits muttashil ,  kedua syarat tersebut adalah:
Ø  Ada bukti pertemuan antara rawi yang meriwayatkan dengan “sanad” itu dengan gurunya
Ø  Rawi itu bebas dari gejala-gejala tadliss
          Bila seorang rawi telah memenuhi dua kriteria ini,maka kata-kata “an fulan”
          yang diucapkan itu sama dengan bila ia berkata “haddatsani atau sami’tu”.[11]
4.      Hadits Mu’annan
Mu’annan secara lughah ialah hadits yang memakai perkataan “anna” ditengah
          sanadnya,sedang menurut ahli hadits ialah hadits yang diriwayatkan dengan
          memakai perkataan anna=bahwasanya.
          Pendapat Jumhur,menyatakan bahwa hadits mu’annan itu sama dengan hadits
          mu’an’an.Perbedaan huruf dan lafadh itu tidak menjadi masalah,melainkan
          yang prinsip adalah adanya pertemuan,pergaulan dan proses belajar-mengajar  
          diantara rawi dan rawi diatasnya.[12]
5.      Hadits Musalsal
Musalsal secara bahasa adalah sesuatu yang bertali menali atau berantai, 
           sedang secara istilah adalah hadits yang para rawinya estafet melakukan hal
           yang sama atau sikap yang sama dengan rawi-rawi sebelumnya ,tindakan yang
           sama itu banyak bentuknya sesuai dengan banyaknya sifat dan karakter para
           perawinya serta keadaan riwayatnya.
6.      Hadits ‘Ali
‘Ali secara etimologi berarti sesuatu yang tinggi,sedang secara terminology
           adalah sebuah sanad yang sedikit jumlah rawinya dan bersambung
7.      Hadits Nazil
 Hadits nazil adalah kebalikan dari hadits ‘ali,yaitu hadits yang jauh jarak 
 sanadnya,hadits nazil itu tidak disukai oleh muhadditsin,tapi yang perlu  
 ditekankan disini adalah kualitas suatu hadits itu tidak ditentukan oleh
 dekatnya sanad,melainkan ditentukan  oleh ketsiqahan para rawinya.[13]
D.    Kajian Sanad Yang Terputus
           Kata “al-inqitha’” berasal dari kata “al-qath”(pemotongan) yang menurut bahasa berarti memisahkan sesuatu dari sesuatu yang lain.Dan kata inqitha’ merupakan akibatnya,yakni terputus.Yang dimaksud disini adalah gugurnya sebagian rawi pada rangkaian sanad.Pembahasan pada pasal ini meliputi:
1.      Hadits Munqathi’,ialah setiap hadits yang tidak bersambung sanadnya,baik yang disandarkan kepada nabi maupun kepada yang lain.[14]
2.      Hadits Mursal,al-irsal menurut bahasa berarti melepaskan,sedang menurut istilah adalah hadits yang disandarkan kepada nabi oleh seorang tabi’in dengan mengatakan”Rasulullah SAW bersabda......”.Para ‘ulama’ berbeda pendapat tentang kehujjahan hadits mursal namun pendapat jumhur menyatakan bahwa hadits mursal itu dha’if dan tidak dapat dipakai hujjah
3.      Hadits Mu’allaq,adalah hadits yang dibuang permulaan sanadnya(yakni rawi yang menyampaikan hadits kepada penulis kitab),baik seorang maupun lebih. Jenis hadits ini diberi nama mu’allaq,karena dengan dibuangnya permulaan sanad maka hadits yang bersangkutan laksana sebuah atap yang tidak memiliki tiang penyangga kebumi.Hukum hadits ini mardud.
4.      Hadits Mu’dhal,kata “al-mu’dhal” menurut pendapat yang paling shahih adalah berasal dari kata “a’dhalahu”,yakni “memayahkannya”,sedang menurut istilah muhadditsin adalah hadits yang pada mata rantai  sanadnya gugur dua orang rawi atau lebih,baik diawal sanad,tengah maupun diakhir sanad. Hadits yang demikian disebut mu’dhal karena dengan gugurnya seorang rawi,hadits itu menjadi mardud.[15]
5.      Hadits Mudallas,tadlis secara etimologis berasal dari kata “ad-dalas”,yakni bercampurnya gelap dan terang.Hadits mudallas dinamai demikian karena ia mengandung kesamaran dan ketertutupan yaitu hadits yang tidak disebut nama orang yang memberikan hadits kepada siperawi itu.
6.      Hadits Mursal Khafi,adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi dari guru yang sezaman,namun ia tidak pernah mendengar haditsnya serta tidak pernah bertemu dengannya.Hadits ini termasuk munqathi’,akan tetapi inqitha’nya tidak tampak,karena kesezamanan dua orang rawi itu mengesankan kesinambungan sanad diantara mereka.[16]
E.     Penelitian Sanad Dan Matan Hadits
1.  Penelitian Sanad Hadits
 Langkah-langkah kegiatan penelitian sanad hadits AL:
v Melakukan Al-I’tibar
Menurut istilah ilmu hadits,al-i’tibar berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadits tertentu,yang hadits itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja;dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadits dimaksud.[17]
Dengan dilakukannya al-i’tibar,maka akan terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad hadits yang diteliti,demikian juga nama-nama periwayatnya,dan metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat yang bersangkutan
v Meneliti Pribadi Periwayat Dan Metode Periwayatannya
Untuk meneliti hadits diperlukan acuan,dan acuan yang digunakan adalah kaedah keshahihan hadits bila ternyata hadits yang diteliti bukanlah hadits mutawatir.Adapun rumusan kaedah keshahihan sanad hadits menurut Prof.Syuhudi Isma’il ialah:
·         sanad hadits yang bersangkutan harus bersambung
·         seluruh periwayat dalam hadits itu harus bersifat adil&dhabit
·         hadits itu harus terhindar dari kejanggalan dan cacat[18]
2.  Penelitian Matan Hadits
Al-Adhabi mengemukakan bahwa pokok-pokok tolak ukur penelitian keshahihan matan ada 3 macam,yakni:
v  tidak bertentangan dengan Al-Qur’an
v  tidak bertentangan dengan hadits yang kualitasnya lebih kuat
v  tidak bertentangan dengan akal yang sehat



IV      SIMPULAN
Dari penjabaran diatas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Ø  Pembahasan cabang-cabang ilmu hadits diatas menunjukkan luasnya cakupan istilah-istilah para muhadditsin,mereka mengkaji matan hadits dari segi pembicaranya,sehingga matan hadits dapat dikategorikan menjadi empat sesuai dengan jumlah sumbernya.
Ø  Pembahasan sanad hadits dari segi bersambungnya telah dibakukan dalam beberapa kaidah yang telah mencakup seluruh seluk-beluk persambungan sanad yang meliputi berbagai macam seginya.
Ø  Perincian macam-macam keterputusan sanad juga meliputi seluruh bentuk gugurnya rawi dalam sanad,yang pada prinsipnya dapat diklasifikasikan kedalam dua sisi pendekatan,yakni pendekatan tempat gugurnya rawi dan pendekatan jelas tidaknya keterputusan sanad tersebut.
Ø   Untuk melaksanakan penelitian hadits,peneliti harus memiliki sejumlah pengetahuan penting,khususnya yang berkaitan dengan ajaran islam dan metodologi penelitiannya.Karena kegiatan penelitian hadits menuntut kecerdasan,penguasaan sejumlah pengetahuan,kesungguhan dan tanggung jawab keilmuan dan keagamaan terhadap yang melaksanakannya,maka kegiatan penelitian hadits termasuk salah satu kegiatan ijtihad.

V      PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan,kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekeliruan,untuk itu kami membutuhkan kritik dan saran bagi para pembaca yang bersifat membangun.Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.AAMIIN.  




                                  DAFTAR PUSTAKA

 As-Shiddiqi, 1981. Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, Jilid1, Jakarta: Bulan Bintang.

Ibnu Shalah, 1972. Ulumul Hadits, Madinah: Almaktabah Al-Ilmiyyah.
Mahmud Al-Thahhan, 1979. Tafsir Mushthalah Al-Hadits, Beirut: Darul Qur’an Al-Karim.

          Al-Khatib, 1997. As-Sunnah Qabla Ad-Tadwin, Beirut: Darul-Fikr.
Jamaluddin, Muhammad, 1979. Qawa’id At-Tahdits min Funun Mushthalahul                                                                                     Hadits, Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah.

Nuruddin, 1997. Manhaj An-Naqd Fii Ulumil Hadits, Damaskus: Darul Fikr.
Isma’il, Syuhudi, 1995. Kaedah Keshahihan Sanad Hadits, Jakarta: Bulan Bintang.


       [1] Mahmud Al-Thahhan, Tafsir Mushthalah Al-Hadits, (Beirut: Darul Qur’an Al-Karim, 1979), Hlm. 15.
       [2] Muhammad Ajjaj Al-Khatib, As-Sunnah Qabla Ad-Tadwin, (Beirut: Darul-Fikr, 1997), Cet. 6, Hlm. 32.
       [3] Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi, Qawa’id At-Tahdits min Funun Mushthalahul Hadits, (Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1979), Hlm. 202.
       [4] Ajjaj Al-Khatib, Loc. Cit.
       [5] Nuruddin, Manhaj An-Naqd Fii Ulumil Hadits, (Damaskus: Darul Fikr, 1997), Cet. 2, Hlm. 96.
       [6] Hasbi As-Shiddiqi, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, Jilid 1, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), Cet. 5, Hlm. 306.
       [7] Nuruddin, Op. Cit., Hlm. 99.
       [8] Ibid.
       [9] Ibid., Hlm. 100.
       [10] Hasbi As-Shiddiqi, Op. Cit., Hlm. 320.
       [11] Nuruddin, Op. Cit., Hlm. 129.
       [12] Ibid.
       [13] Ibid., Hlm. 143-144.
       [14] Hasbi As-Shiddiqi, Op. Cit., Hlm. 344.
       [15] Nuruddin, Op. Cit., Hlm. 159-163.
       [16] Ibid., Hlm.174.
       [17] Ibnu Shalah, Ulumul Hadits, (Madinah: Almaktabah Al-Ilmiyyah, 1972), Hlm. 75.
       [18] Syuhudi Isma’il, Kaedah Keshahihan Sanad Hadits, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), Cet. 2, Hlm. 171.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar