Proses Belajar
I.
PENDAHULUAN
Belajar merupakan
proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan
sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat. Pada waktu bayi,
seorang bayi menguasai keterampilan-keterampilan yang sederhana, seperti
memegang botol dan mengenal orang-orang di sekelilingnya. Ketika menginjak masa
anak-anak dan remaja, sejumlah sikap, nilai dan keterampilan berinteraksi
social dicapai sebagai kompetensi. Pada saat dewasa, individu diharapkan telah
mahir dengan tugas-tugas kerja tertentu dan keterampilan-keterampilan
fungsional lainnya, seperti mengendarai mobil, berwiraswasta, dan menjalin
kerja sama dengan orang lain. Kemampuan manusia untuk belajar merupakan
karakteristik penting yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya.
Belajar mempunyai keuntungan, baik bagi individu maupun bagi masyarakat. Bagi
individu, kemampuan untuk belajar secara terus-menerus akan memberikan
kontribusi terhadap pengembangan kualitas hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat,
belajar mempunyai peran yang penting dalam mentransmisikan budaya dan pengetahuan
dari generasi ke generasi.
II.
POKOK BAHASAN
Di dalam makalah
ini, kami akan mencoba memaparkan tentang beberapa pokok bahasan sebagai
berikut:
A.
Definisi Proses Belajar
B.
Beberapa Aktivitas Belajar dan Tipe-Tipe Belajar
C. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Proses Belajar
D.
Kesulitan Belajar
III.
PEMBAHASAN
A.
Definisi Proses Belajar
Proses adalah kata yang berasal dari bahasa Latin “processus”
yang berarti “berjalan ke depan”. Kata ini mempunyai konotasi urutan
langkah atau kemajuan yang mengarah pada suatu sasaran atau tujuan. Menurut
Chaplin, proses adalah suatu perubahan khususnya yang menyangkut perubahan
tingkah laku atau perubahan kejiwaan. Dalam psikologi belajar, proses berarti
cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan
ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu. Jadi, proses belajar dapat
diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor
yang terjadi dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti
berorientasi ke arah yang lebih maju daripada keadaan sebelumnya.[1]
Tahap-tahap proses belajar:
v
Tahap motivasi, yaitu saat motivasi dan
keinginan siswa untuk melakukan kegiatan belajar bangkit. Misalnya, siswa
tertarik untuk memerhatikan apa yang akan dipelajari, melihat apa yang
ditunjukkan guru (buku, alat peraga), dan mendengarkan apa yang diucapkan guru.
v
Tahap konsentrasi, yaitu saat siswa harus
memusatkan perhatian, yang telah ada pada tahap motivasi, untuk tertuju pada
hal-hal yang relevan dengan apa yang akan dipelajari. Pada fase motivasi
mungkin perhatian siswa hanya tertuju kepada penampilan guru (pakaian, tas,
model rambut, sepatu, dan lain sebagainya).
v
Tahap mengolah, siswa menahan informasi yang
diterima dari guru dalam Short Term Memory, atau tempat penyimpanan
ingatan jangka pendek, kemudian mengolah informasi-informasi untuk diberi makna
berupa sandi-sandi sesuai dengan penangkapan masing-masing. Hasil olahan itu
berupa simbol-simbol khusus yang antara satu siswa dengan siswa lainnya
berbeda. Symbol hasil olahan bergantung dari pengetahuan dan pengalaman
sebelumnya serta kejelasan penangkapan siswa. Karena itu, tidaklah merupakan
hal yang aneh jika setiap siswa akan berbeda penangkapannya terhadap hal yang
sama yang diberikan oleh seorang guru.
v
Tahap menyimpan, yaitu siswa menyimpan
symbol-simbol hasil olahan yang telah diberi makna ke dalam Long Term Memory
(LTM) atau gudang ingatan jangka panjang. Pada tahap ini hasil belajar sudah
diperoleh, baik baru sebagian maupun keseluruhan. Perubahan-perubahan pun sudah
terjadi, baik perubahan pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Untuk perubahan
sikap dan keterampilan itu diperlukan belajar yang tidak hanya sekali saja,
tapi harus beberapa kali, baru kemudian tampak perubahannya.
v
Tahap menggali:
Ø
Tahap menggali (1), yaitu siswa menggali
informasi yang telah disimpan dalam LTM ke STM untuk dikaitkan dengan informasi
baru yang dia terima. Ini terjadi pada pelajaran waktu berikutnya yang
merupakan kelanjutan pelajaran sebelumnya. Penggalian ini diperlukan agar apa
yang telah dikuasai menjadi kesatuan dengan yang akan diterima, sehingga bukan
menjadi yang lepas-lepas satu sama lain. Setelah penggalian informasi dan
dikaitkan dengan informasi baru, maka terjadi lagi pengolahan informasi untuk
diberimakna seperti halnya dalam tahap mengolah untuk selanjutnya disimpan
dalam LTM lagi.
Ø
Tahap menggali (2), menggali informasi yang
telah disimpan dalam LTM untuk persiapan fase prestasi, baik langsung maupun
melalui STM. Tahap menggali 2 diperlukan untuk kepentingan kerja, menyelesaikan
tugas, menjawab pertanyaan atau soal/latihan.
v
Tahap prestasi, informasi yang telah tergali
pada tahap sebelumnya digunakan untuk menunjukkan prestasi yang merupakan hasil
belajar. Hasil belajar itu misalnya berupa keterampilan mengerjakan sesuatu,
kemampuan menjawab soal, atau menyelesaikan tugas.
v
Tahap umpan balik, siswa memperoleh penguatan
(konfirmasi) saat perasaan puas atas prestasi yang ditunjukkan. Hal ini terjadi
jika prestasinya tepat. Tapi sebaliknya, jika prestasinya jelek, perasaan tidak
puas maupun tidak senang itu bisa saja diperoleh dari guru (eksternal) atau
dari diri sendiri (internal).[2]
B.
Beberapa Aktivitas Belajar dan Tipe-Tipe
Belajar
1)
Beberapa Aktivitas Belajar
Meskipun orang telah mempunyai tujuan tertentu dalam
belajar serta telah memilih sikap yang tepat untuk merealisir tujuan itu, namun
tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan sangat dipengaruhi oleh situasi. Setiap
situasi di mana pun dan kapan saja memberi kesempatan belajar kepada seseorang.
Situasi ini ikut menentukan sikap belajar yang dipilih. Berikut ini dikemukakan
beberapa contoh aktivitas belajar dalam beberapa situasi:
ü
Mendengarkan
ü
Memandang
ü
Meraba, membau, dan mencicipi/mencecap
ü
Menulis atau mencatat
ü
Membaca
ü
Membuat ikhstisar atau ringkasan, dan
menggarisbawahi
ü
Mengamati table-tabel, diagram-diagram dan
bagan-bagan
ü
Menyusun paper atau kertas kerja
ü
Mengingat
ü
Berpikir
ü
Latihan atau praktek
2)
Tipe-Tipe Belajar
Dalam proses belajar dikenal adanya bermacam-macam
kegiatan yang memiliki corak yang berbeda antara satu dengan lainnya, baik
dalam aspek materi dan metodenya maupun dalam aspek tujuan dan perubahan
tingkah laku yang diharapkan. Keanekaragaman jenis belajar ini muncul dalam
dunia pendidikan sejalan dengan kebutuhan kehidupan manusia yang juga
bermacam-macam.
a)
Belajar abstrak, ialah belajar yang menggunakan
cara-cara berpikir abstrak. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman dan
pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata. Dalam mempelajari hal-hal yang
abstrak diperlukan peranan akal yang kuat di samping penguasaan atas prinsip,
konsep, dan generalisasi.
b)
Belajar keterampilan, adalah belajar dengan
menggunakan gerakan-gerakan motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat
saraf dan otot-otot. Tujuannya adalah memperoleh dan menguasai keterampilan
jasmaniyyah tertentu. Dalam belajar jenis ini, latihan-latihan intensif dan
teratur amat diperlukan.
c)
Belajar social, pada dasarnya adalah belajar
memahami masalah-masalah dan teknik-teknik untuk memecahkan masalah tersebut.
Tujuannya adalah untuk menguasai pemahaman dan kecakapan dalam memecahkan
masalah-masalah social. Selain itu, belajar social juga bertujuan untuk
mengatur dorongan nafsu pribadi demi kepetingan bersama dan memberi peluang
kepada orang lain atau kelompok lain untuk memenuhi kebutuhannya secara
berimbang dan proporsional.
d) Belajar
pemecahan masalah, pada dasarnya adalah belajar menggunakan metode-metode
ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. Tujuannya
ialah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan
masalah secara rasional, lugas dan tuntas. Untuk itu, kemampuan siswa dalam
menguasai konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi serta insight amat
diperlukan.
e)
Belajar rasional, ialah belajar dengan
menggunakan kemampuan berpikir secara logis dan rasional. Tujuannya ialah untuk
memperoleh aneka ragam kecakapan menggunakan prinsip-prinsip dan konsep-konsep.
Dengan belajar rasional, siswa diharapkan memiliki kemampuan rational
problem solving, yaitu kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan pertimbangan strategi akal sehat, logis dan
sistematis.
f) Belajar
kebiasaan, adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan
kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Belajar kebiasaan, selain menggunakan
perintah suri teladan dan pengalaman khusus, juga menggunakan hukum dan
ganjaran. Tujuannya agar siswa
memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat
dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang waktu (kontekstual).
g) Belajar apresiasi, adalah belajar
mempertimbangkan arti penting atau nilai suatu objek. Tujuannya adalah agar
siswa memperoleh dan mengembangkan kecakapan ranah rasa yang dalam hal ini
kemampuan menghargai secara tepat terhadap nilai objek tertentu.
h) Belajar pengetahuan, ialah belajar dengan
cara melakukan penyelidikan mendalam terhadap objek pengetahuan tertentu. Studi
ini juga dapat diartikan sebagai sebuah program belajar terencana untuk
menguasai materi pelajaran dengan melibatkan kegiatan investigasi/penelitian
dan eksperimen/percobaan. Tujuan belajar pengetahuan adalah agar siswa
memperoleh atau menambah informasi dan pemahaman terhadap pengetahuan tertentu
yang biasanya lebih rumit dan memerlukan kiat khusus dalam mempelajarinya.[3]
C. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Proses Belajar
Secara umum, factor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu factor internal dan factor
eksternal. Kedua factor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar
individu, sehingga menentukan kualitas hasil belajar.
1)
Factor Internal
Factor internal adalah factor-faktor yang berasal dari
dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu.
Factor-faktor internal ini meliputi factor fisiologis dan psikologis.
Ø
Factor fisiologis, adalah factor-faktor yang
berhubungan dengan kondisi fisik individu. Factor-faktor ini dibedakan menjadi
dua macam.
·
Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan
tonus jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang.
Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap
kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan
menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena keadaan tonus
jasmani sangat mempengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga
kesehatan jasmani.
·
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis.
Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia
sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra. Pancaindra yang
berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula.[4]
Ø
Factor psikologis, adalah keadaan psikologis
seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa factor psikologis
yang utama mempengaruhi proses belajar adalah:
·
Kecerdasan siswa, pada umumnya kecerdasan
diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau
menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian,
kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga
organ-organ tubuh yang lain.
·
Motivasi, motivasilah yang mendorong siswa ingin
melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai
proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan
menjaga perilaku setiap saat. Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh
kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku
seseorang.
·
Minat, secara sederhana, minat berarti
kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap
sesuatu.
·
Sikap, dalam proses belajar, sikap individu
dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal
yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons
dengan cara yang relative tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan
sebagainya, baik secara positif maupun negative.
·
Bakat, secara umum, bakat didefinisikan sebagai
kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada
masa yang akan dating. Berkaitan dengan belajar, Slavin mendefinisikan bakat
sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar.
2)
Factor Eksternal
Dalam hal ini, Syah menjelaskan bahwa factor-faktor
eksternal yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan,
yaitu:
Ø
Lingkungan social:
·
Lingkungan social sekolah
·
Lingkungan social masyarakat
·
Lingkungan social keluarga
Ø
Lingkungan nonsosial, factor-faktor yang
termasuk lingkungan nonsosial adalah:
·
Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang
segar, tidak panas, dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau, atau
tidak terlalu gelap, suasana yang sejuk dan tenang.
·
Factor instrumental, yaitu perangkat belajar
yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung
sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olahraga, dan lain
sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah,
peraturan-peraturan sekolah, dan lain sebagainya.
·
Factor materi pelajaran, factor ini hendaknya
disesuaikan dengan usia perkembangan siswa, begitu juga dengan metode mengajar
guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa.[5]
D.
Kesulitan Belajar
Aktivitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya
dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancer, kadang-kadang tidak,
kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa
amat sulit. Dalam hal semangat terkadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang
juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Demikian antara lain kenyataan yang
sering kita jumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam
kaitannya dengan aktivitas belajar. Setiap individu memang tidak ada yang sama.
Perbedaan individual ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku
belajar di kalangan anak didik. Dalam keadaan dimana anak didik tidak dapat
belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan “Kesulitan Belajar”.
Banyak langkah-langkah untuk mendiagnosis kesulitan
belajar, antara lain yang cukup terkenal adalah prosedur Weener & Senf
sebagai berikut:
1)
Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku
menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran.
2)
Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa
khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar.
3)
Mewawancarai orang tua atau wali siswa untuk
mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
4)
Memberikan tes diagnostic bidang kecakapan
tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.
5)
Memberikan tes kemampuan intelegensi khususnya
kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.[6]
Burton mengidentifikasi seorang siswa dapat dipandang
atau dapat diduga mengalami kesulitan belajar kalau yang bersangkutan
menunjukkan kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya.
Kegagalan belajar didefinisikan oleh Burton sebagai berikut:
v
Siswa dikatakan gagal apabila dalam batas waktu
tertentu, yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau
tingkat penguasaan minimal dalam pelajaran tertentu.
v
Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan
tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya (berdasarkan
ukuran tingkat kemampuannya: inteligensi, bakat).
v
Siswa dikatakan gagal kalau yang bersangkutan
tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian social
sesuai dengan pola organismiknya pada fase perkembangan tertentu.
v
Siswa dikatakan gagal kalau yang bersangkutan
tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan yang diperlukan sebagai prasyarat
bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran berikutnya.[7]
IV.
SIMPULAN
Proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan
perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa.
Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih
maju daripada keadaan sebelumnya. Tahap-tahap proses belajar: tahap motivasi,
konsentrasi, mengolah, menyimpan, menggali, prestasi dan umpan balik. Beberapa
contoh aktivitas belajar, yaitu: Mendengarkan, memandang, meraba, membau, dan
mencicipi/mencecap, menulis atau mencatat, membaca, membuat ikhstisar atau
ringkasan, dan menggarisbawahi, mengamati table-tabel, diagram-diagram dan
bagan-bagan, menyusun paper atau kertas kerja, mengingat, berpikir, latihan atau
praktek. Tipe-tipe belajar: belajar abstrak, keterampilan, social, pemecahan
masalah, rasional, kebiasaan, apresiasi, pengetahuan. Factor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu factor internal
dan factor eksternal. Kedua factor tersebut saling mempengaruhi dalam proses
belajar individu, sehingga menentukan kualitas hasil belajar. Keadaan dimana
anak didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan
“Kesulitan Belajar”.
V.
PENUTUP
Demikianlah pemaparan makalah dari kami, semoga bisa
membawa manfaat bagi kita semua. Kami mengakui bahwa makalah kami masih banyak
kesalahan, oleh karena itu kami meminta ma’af yang sedalam-dalamnya.
Selanjutnya kritik dan saran dari para saudara tercinta sangat kami butuhkan
demi perbaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Syah, Muhibbin, 2009. Psikologi Belajar, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Baharuddin, dkk., 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta:
Ar-Ruz Media.
Dalyono, M., 2009. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Makmun, Abin Syamsuddin, 2007. Psikologi Pendidikan, Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar