TAFSIR
AYAT-AYAT KETUHANAN
I.
PENDAHULUAN
Orang
Musyrik beranggapan bahwa Tuhan itu banyak, Tuhan butuh bantuan terhadap yang
lainnya. Tapi, kita sebagai umat Islam sejati, harus mempercayai bahwa Tuhan
itu Maha Esa, Tuhan tidak membutuhkan yang lainnya, dan Tuhan yang haq hanyalah
Allah, dan kita harus mengetahui bahwasanya Allah juga mempunyai nama-nama
agung yang lainnya. Dan kita juga harus mengetahui sifat-sifat Allah dan
sesuatu yang berhubunyan dengan ketuhanan (Allah). Oleh karena itu, dalam
makalah ini saya akan mencoba memaparkan tentang ayat-ayat yang berhubungan
dengan ketuhanan.
II.
POKOK BAHASAN
A.
Tafsir Surat Al-Ikhlas
Ayat 1-4
B.
Tafsir Surat Al-Isra’
Ayat 110-111
C.
Tafsir Surat Al-Hasyr
Ayat 22-24
D.
Tafsir Surat An-Nisa’
Ayat 48 & 136
III.
PEMBAHASAN
A.
Tafsir Surat Al-Ikhlas
Ayat 1-4
ö@è% uqèd ª!$# îymr& ÇÊÈ ª!$# ßyJ¢Á9$# ÇËÈ öNs9 ô$Î#t öNs9ur ôs9qã ÇÌÈ öNs9ur `ä3t ¼ã&©! #·qàÿà2 7ymr& ÇÍÈ
Artinya:
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. 2. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan. 4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
a)
Asbabun Nuzul
Adh-Dhahaq
meriwayatkan bahwa kaum musyrik pernah mengutus Amir ibn Thufail menghadap
Rasulullah. Amir mengatakan kepada Nabi atas nama mereka: “Engkau telah
memecahkan tongkat (persatuan) kami, dan engkau telah mencaci tuhan-tuhan kami.
Engkau juga telah menentang agama nenek moyangmu sendiri. Jika engkau merasa
miskin, maka kami akan jadikan engkau seorang yang kaya. Dan jika engkau gila,
kami akan mengobati. Dan jika engkau mencintai seorang wanita, maka kami akan
nikahkan dengannya”. Kemudian Nabi SAW menjawab “Aku tidak miskin, tidak gila
dan tidak mencintai wanita. Aku adalah Rasulullah. Aku mengajak kalian dari
penyembahan berhala kepada penyembahan Allah”. Kemudian mereka mengutus Amir
sekali lagi. Mereka berpesan kepada Amir, “Katakanlah kepada Muhammad;
jelaskanlah Tuhan yang disembahnya! Apakah terbuat dari emas atau perak?”.
Kemudian Allah menurunkan surah ini.[1]
b)
Munasabah
Ayat-ayat
dalam surat ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yaitu
menetapkan keesaan Allah secara murni dan menafikan segala macam kemusyrikan
terhadap-Nya.[2]
c)
Tafsiran
Tafsirul
Mufradat:
Ahad:
satu, tidak banyak. Dzat-Nya satu. Allah tidak terdiri dari unsur-unsur
kebendaan yang beraneka ragam dan bukan terdiri dari bahan pokok lainnya.
Ash-Shamad:
yang selalu menjadi tempat bergantung ketika dalam keadaan yang penting (tempat
meminta).
Al-Kafu’
& Al-Mukafi’: yang menyamai-Nya, dalam hal
kemampuan dan kekuasaan-Nya.[3]
ö@è% uqèd ª!$# îymr& ÇÊÈ
Katakanlah
hai Muhammad kepada orang yang bertanya kepadamu mengenai sifat Tuhan, “Allah
itu Esa. Maha Suci dari bilangan dan susunan. Sebab, jika dzat itu berbilang,
maka berarti Tuhan membutuhkan semua bentuk kumpulan tersebut, sedang Allah
tidak membutuhkan sesuatu apapun.[4]
Kata “ahad” bermakna Ahadiyyatul Wujud, keesaan wujud. Karena itu,
tidak ada hakikat kecuali hakikat-Nya dan tidak ada wujud yang hakiki kecuali
wujud-Nya. Segala maujud yang lain hanyalah berkembang atau muncul dari wujud
yang hakiki itu dan berkembang dari wujud Dzatiyyah itu. Oleh karena itu, Ia
adalah keesaan pelaku. Tidak ada selain Dia sebagai pelaku yang hakiki terhadap
sesuatu di alam wujud ini.[5]
ª!$# ßyJ¢Á9$# ÇËÈ
Allah-lah
yang menjadi tempat bergantung semua hamba-hamba-Nya, dan mereka juga
menghadapkan dirinya kepada-Nya untuk meminta agar permintaan mereka itu
dikabulkan.[6]
ayat ini menjelaskan kebutuhan makhluk kepada-Nya, yakni
hanya Allah Yang Maha Esa itulah tumpuan harapan yang dituju oleh semua makhluk
guna memenuhi segala kebutuhan, permintaan
mereka, serta bergantung kepada-Nya segala sesuatu.[7]
öNs9 ô$Î#t öNs9ur ôs9qã ÇÌÈ
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas, ia mengatakan bahwa tafsir ayat ini ialah: Allah tidak
melahirkan seperti Maryam, dan tidak dilahirkan seperti Isa. Juga tidak seperti
Nabi ‘Uzair yang dilahirkan. Ayat ini merupakan jawaban terhadap keyakinan kaum
nashrani yang mengatakan bahwa Isa Al-Masih adalah anak Allah. Juga merupakan
bantahan terhadap keyakinan kaum Yahudi yang mengatakan bahwa ‘Uzair adalah
anak Allah.[8]
Setelah menjelaskan bahwa semua makhluk bergantung kepada-Nya,
ayat ini membantah kepercayaan sementara orang tentang Tuhan dengan menyatakan
bahwa Allah Yang Maha Esa itu tidak wajar dan tidak pula pernah beranak dan
disamping itu Dia tidak diperanakkan yakni tidak dilahirkan dari bapak atau
ibu. Dia tidak menciptakan anak, dan juga tidak dilahirkan dari bapak atau ibu.
Tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya dan tidak ada
sesuatupun yang menyerupai-Nya.[9]
öNs9ur `ä3t ¼ã&©! #·qàÿà2 7ymr& ÇÍÈ
Tidak
ada yang menyamai Allah. Ayat ini merupakan jawaban terhadap keyakinan
orang-orang yang bodoh, yang beranggapan bahwa Allah itu ada yang menyamai-Nya
dalam seluruh perbuatan-Nya. Keyakinan seperti ini juga dianut oleh kaum
musyrik arab yang mengatakan bahwa para malaikat itu adalah sekutu Allah[10]
Setelah menjelaskan bahwa Allah tidak beranak dan tidak
diperanakkan, ayat ini menafikan sekali lagi segala sesuatu yang menyamai-Nya
baik sebagai anak atau bapak atau selainnya, dengan menyatakan: tidak ada
satupun baik dalam imajinasi apalagi dalam kenyataan yang setara dengan-Nya dan
tidak juga ada sesuatupun yang menyerupai-Nya.[11]
B.
Tafsir Surat Al-Isra’
Ayat 110-111
È@è% (#qãã÷$# ©!$# Írr& (#qãã÷$# z`»uH÷q§9$# ( $wr& $¨B (#qããôs? ã&s#sù âä!$yJóF{$# 4Óo_ó¡çtø:$# 4 wur öygøgrB y7Ï?x|ÁÎ/ wur ôMÏù$séB $pkÍ5 Æ÷tFö/$#ur tû÷üt/ y7Ï9ºs WxÎ6y ÇÊÊÉÈ È@è%ur ßôJptø:$# ¬! Ï%©!$# óOs9 õÏGt #V$s!ur óOs9ur `ä3t ¼ã&©! Ô7ΰ Îû Å7ù=ßJø9$# óOs9ur `ä3t ¼ã&©! @Í<ur z`ÏiB ÉeA%!$# ( çn÷Éi9x.ur #MÎ7õ3s? ÇÊÊÊÈ
Artinya:110. Katakanlah: "Serulah Allah atau Serulah
Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, dia mempunyai Al asmaaul husna
(nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu
dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua
itu". 111. Dan Katakanlah:
"Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai
sekutu dalam kerajaan-Nya dan dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan
agungkanlah dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.
a)
Asbabun Nuzul
Makhul
meriwayatkan, bahwa seorang lelaki musyrik mendengar Nabi SAW mengucapkan dalam
sujudnya, “Ya Rahman, Ya Rahim”, maka dia katakan, “sesungguhnya
Muhammad ber’azam, bahwa dia menyeru satu Tuhan, padahal dia menyeru dua
Tuhan”. Maka Allah lalu menurunkan surat Al-Isra’ ayat 110 (tapi hanya sampai
lafadz “falahul asmaaul husnaa”).[12]
Ahmad,
Al-Bukhari, Muslim At-Tirmidzi dan lainnya, telah mengeluarkan sebuah riwayat
dari Ibnu Abbas. Katanya ayat ini (wala tajhar bishalatika sampai akhir
ayat 110) turun ketika Rasulullah bersembunyi di Makkah (melakukan shalat
secara sembunyi-sembunyi). Apabila beliau shalat bersama sahabat-sahabatnya,
maka beliau membaca Al-Qur’an dengan suara keras. Tapi, apabila hal itu
terdengar oleh orang-orang musyrik, mereka mengecam Al-Qur’an, mengecam yang
menurunkannya dan mengecam orang yang membawanya. Diriwayatkan pula, bahwa Abu
Bakar mambaca Al-Qur’an dengan suara rendah, dan dia mengatakan: aku berbisik
kepada Tuhanku, sedang Dia benar-benar mengetahui hajatku. Sementara itu, Umar
mambaca Al-Qur’an dengan suara keras dan mengatakan: aku menusir setan dan
membangunkan orang yang mengantuk. Maka setelah ayat ini turun, Rasulullah
menyuruh Abu Bakar supaya meninggikan suaranya, sedang kepada Umar sedikit
merendahkannya.[13]
Ibnu
Jarir telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Muhammad Ibnu Ka’ab yang telah
menceritakan, bahwa sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashrani mereka
mengatakan: kami penuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu kecuali sekutu
(berhala) yang kamu miliki, sedangkan dia (sekutu itu) tidak mempunyai milik.
Dan orang-orang Shabi’in dan orang-orang Majusi mengatakan: seandainya tidak
ada penolong-penolong-Nya, maka niscaya Allah akan terhina, lalu turunlah surat
Al-Isra’ ayat 111.[14]
b)
Munasabah
Dalam
ayat 110 dan 111 ini berhubungan dengan masalah keagungan Allah, di ayat 110
dijelaskan bahwa Allah juga mempunyai nama-nama agung yang lainnya, kemudian di
ayat selanjutnya Allah menjelaskan sifat keagungan Beliau, bahwa Dia tidak
mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dan juga tidak mempunyai penolong.
c)
Tafsiran
È@è% (#qãã÷$# ©!$# Írr& (#qãã÷$# z`»uH÷q§9$# ( $wr& $¨B (#qããôs? ã&s#sù âä!$yJóF{$# 4Óo_ó¡çtø:$# 4
Katakanlah
hai Rasul kepada orang-orang musyrik dari kaummu yang mengingkari nama
Ar-Rahman: sebutlah nama Allah hai kaumku, atau sebutlah nama Ar-Rahman. Maka,
dengan mana saja di antara nama-nama Allah Yang Maha Agung kamu menyebutnya,
maka hal itu baik. Juga karena semua nama Allah adalah indah, karena semuanya
memuat pengagungan dan pengqudusan terhadap Dzat Maujud Yang Paling Agung,
yaitu pencipta langit dan bumi, sedang kedua nama ini adalah termasuk nama-nama
Allah yang indah itu.[15]
wur öygøgrB y7Ï?x|ÁÎ/ wur ôMÏù$séB $pkÍ5 Æ÷tFö/$#ur tû÷üt/ y7Ï9ºs WxÎ6y ÇÊÊÉÈ
Dan
janganlah kamu mengeraskan bacaanmu, sehingga orang-orang musyrik itu
mendengar, lalu mereka mengecam Al-Qur’an, dan jangan pula kamu membacakannya
kepada sahabat-sahabatmu dengan suara terlalu rendah, sehingga mereka tidak
bisa mendengar Al-Qur’an, lalu mereka tak bisa mengambil Al-Qur’an darimu.
Tetapi carilah jalan antara keras dan rendah.[16]
È@è%ur ßôJptø:$# ¬! Ï%©!$# óOs9 õÏGt #V$s!ur óOs9ur `ä3t ¼ã&©! Ô7ΰ Îû Å7ù=ßJø9$# óOs9ur `ä3t
¼ã&©! @Í<ur z`ÏiB
ÉeA%!$# ( çn÷Éi9x.ur #MÎ7õ3s? ÇÊÊÊÈ
Dan
katakanlah kepada Allah Yang Maha Agung dan Maha Sempurna: bagi-Mu-lah segala
puji dan syukur atas segala kenikmatan-kenikmatan yang luas, yang telah Engkau
anugerahkan kepada hamba-hamba-Mu. Disini Allah telah mensifati diri-Nya dengan
tiga sifat:
· Bahwa
Dia tidak mempunyai anak. Karena yang mempunyai anak akan menahan segala
anugerahnya demi anaknya saja, dan karena anak itu akan menggantikan bapaknya,
setelah bapaknya meninggal dan binasa. Maha Suci Allah, Tuhan kita, dari yang
seperti itu. Sedang barangsiapa yang seperti itu keadaannya, maka bagaimana pun
dia takkan dapat mamberi anugerah. Dan karenanya, sama sekali tidak berhak
mendapat pujian.
· Bahwa
Allah tidak mempunyai serikat dalam kerajaan-Nya. Andaikan Allah mempunyai
serikat, maka tidaklah bisa diketahui, mana diantara keduanya yang patut
mendapat pujian dan disyukuri.
· Bahwa
Allah tidak mempunyai penolong karena kehinaannya. Maksudnya, Dia tidak
mengangkat seorangpun sebagai penolong karena kehinaannya, yang dengan
pengangkatan seperti itu, penolong itu akan membelanya dari kehinaan.[17]
Agungkanlah
Tuhanmu hai Rasul, dengan ucapan dan perbuatan yang telah Kami perintahkan
kepadamu, untuk mengagungkan Allah dengannya. Dan taatilah Dia dalam segala
yang Dia perintahkan dan larang kepadamu.[18]
C.
Tafsir Surat Al-Hasyr
Ayat 22-24
uqèd ª!$# Ï%©!$# Iw tm»s9Î) wÎ) uqèd ( ÞOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»yg¤±9$#ur ( uqèd ß`»oH÷q§9$# ÞOÏm§9$# ÇËËÈ uqèd ª!$# Ï%©!$# Iw tm»s9Î) wÎ) uqèd à7Î=yJø9$# â¨rà)ø9$# ãN»n=¡¡9$# ß`ÏB÷sßJø9$# ÚÆÏJøygßJø9$# âÍyèø9$# â$¬6yfø9$# çÉi9x6tGßJø9$# 4 z`»ysö6ß «!$# $£Jtã cqà2Îô³ç ÇËÌÈ uqèd ª!$# ß,Î=»yø9$# äÍ$t7ø9$# âÈhq|ÁßJø9$# ( ã&s! âä!$yJóF{$# 4Óo_ó¡ßsø9$# 4 ßxÎm7|¡ç ¼çms9 $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ( uqèdur âÍyèø9$# ÞOÅ3ptø:$# ÇËÍÈ
Artinya:
22. Dialah Allah yang tiada Tuhan selain
Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang. 23. Dialah Allah yang
tiada Tuhan selain Dia, raja, yang Maha suci, yang Maha Sejahtera, yang
Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha
Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan. 24. Dialah Allah yang
Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul
Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan dialah yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.
a)
Asbabun Nuzul
Dalam
buku-buku asbabun nuzul, saya tidak menemukan asbabun nuzul dari surat ini.
b)
Munasabah
Sebelum
ayat-ayat ini telah berulang-ulang disebut nama Allah atau pengganti nama-Nya
serta sifat-sifat-Nya (26 kali menyebut kata Allah dan 16 kali pengganti atau
penyebutan sifat-sifat-Nya) yang kesemuanya menunjuk keagungan Allah, disisi lain,
ayat yang lalu menguraikan tentang keagungan Al-Qur’an, lalu di ayat-ayat ini
berbicara tentang sifat-sifat Allah yang menurunkan kitab suci itu, sekaligus
menunjuk kepada Allah yang disebut berulang-ulang pada ayat-ayat yang lalu.[19]
c)
Tafsiran
Tafsirul Mufradat:
Al-Ghaib:
segala alam yang tidak terjangkau indera dan tidak kita lihat
Asy-Syahadah:
benda-benda material yang dapat kita saksikan
Al-Quddus:
yang suci dari segala kekurangan
As-Salam:
makhluk selamat dari kedzaliman, karena Allah menciptakan mereka menurut aturan
yang menjamin kemajuan mereka
Al-Mu’min:
yang memberikan keamanan, sehingga setiap makhluk hidup dengan aman
Al-Aziz:
yang menang dalam urusannya
Al-Jabbar:
yang memaksa makhluk kepada apa yang dikehendaki-Nya
Al-Mutakabbir:
yang sedemikian sombong dan agung
Al-Bari’:
yang memunculkan segala sesuatu pada lembaran wujud, menurut sunnah-sunnah yang
diletakkan-Nya dan tujuan yang karenanya segala sesuatu itu diciptakan
Al-Mushawwir:
yang mengadakan segala sesuatu menurut bentuk-bentuk dan macam-macam bangunnya,
sebagaimana dikehendaki-Nya
Al-Asmaul
Husna: nama-nama yang menunjukkan makna-makna
indah yang tampak dalam fenomena-fenomena wujud ini. Sistem kehidupan dan
keindahan-keindahan yang ada di dalamnya ini menunjukkan kesempurnaan
sifat-sifat Allah. Dan kesempurnaan sifat menunjukkan kepada kesempurnaan yang
mempunyai sifat.[20]
uqèd ª!$# Ï%©!$# Iw tm»s9Î) wÎ) uqèd ( ÞOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»yg¤±9$#ur ( uqèd ß`»oH÷q§9$# ÞOÏm§9$# ÇËËÈ
Sesungguhnya
tidak ada Tuhan selain Dia. Segala sesuatu yang disembah selain Dia, baik itu
pohon, batu, berhala maupun malaikat adalah bathil. Dia mengetahui segala
makhluk yang nyata bagi kita dan yang ghaib. Tidak ada sesuatu pun yang
tersembunyi bagi-Nya, baik di langit maupun di bumi. Dia mempunyai rahmat yang
luas dan meliput segala makhluk. Dialah Yang Maha Rahman di dunia dan Maha
Rahim di dunia dan akhirat.[21]
Ayat
ini menunjuk-Nya dengan kata “Dia” yakni Dia yang menurunkan Al-Qur’an dan yang
disebut-sebut pada ayat-ayat yang lalu. Dia, Allah Yang Tiada Tuhan yang berhak
disembah, serta tiada pencipta dan pengendali alam raya selain Dia, Dia Maha
Mengetahui yang ghaib baik yang nisbiyy/relatif maupun yang mutlak. Dialah saja
Ar-Rahman pencurah rahmat yang bersifat sementara untuk seluruh makhluk dalam
pentas kehidupan dunia ini, lagi Ar-Rahim pencurah rahmat yang abadi bagi
orang-orang beriman di akhirat nanti.[22]
uqèd ª!$#
Ï%©!$# Iw tm»s9Î) wÎ) uqèd à7Î=yJø9$# â¨rà)ø9$# ãN»n=¡¡9$# ß`ÏB÷sßJø9$# ÚÆÏJøygßJø9$# âÍyèø9$# â$¬6yfø9$# çÉi9x6tGßJø9$# 4 z`»ysö6ß «!$# $£Jtã cqà2Îô³ç ÇËÌÈ
Dialah
Allah yang memiliki segala sesuatu dan mengendalikannya tanpa larangan dan
tidak terelakkan, yang suci dari segala cela dan kekurangan, yang makhluk-Nya
aman dari kedzaliman; karena Dialah yang mengawasi mereka.[23]
Ayat ini menyebut beberapa sifat-Nya yang dapat menggugah yang taat
mengingat-Nya untuk lebih mendekat kepada-Nya dan mengingatkan yang durhaka dan
lupa kepada-Nya untuk berhati-hati.[24]
uqèd ª!$# ß,Î=»yø9$# äÍ$t7ø9$# âÈhq|ÁßJø9$# ( ã&s! âä!$yJóF{$# 4Óo_ó¡ßsø9$# 4 ßxÎm7|¡ç ¼çms9 $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ( uqèdur âÍyèø9$# ÞOÅ3ptø:$# ÇËÍÈ
Dialah Allah pencipta segala sesuatu dan
memunculkannya ke alam wujud menurut sifat yang dikehendaki-Nya. Dialah yang
sangat mendendam terhadap musuh-musuh-Nya dan sangat bijaksana dalam mengatur
makhluk-Nya, dan Dia mengendalikan mereka kepada apa yang membawa kebaikan bagi
mereka. Dialah yang sempurna qudrah dan ilmu-Nya.[25]
Penggalan awal ayat diatas berbeda dengan kedua
ayat sebelumnya yang dimulai dengan alladzii laa ilaaha illaa huwa.
Disini langsung dimulai dengan menunjuk-Nya sambil menyebut sifat-sifat-Nya.
Dimulainya kedua ayat yang lalu seperti itu, karena kesebelas sifat yang
disebut disana adalah sifat-sifat yang mesti ada bagi Dzat yang berhak memiliki
alam raya dan kuasa mengendalikannya. Keyakinan tentang ketuhanan dan kewajiban
menyembah Allah semata bersumber dari disandangnya oleh Allah sifat-sifat tersebut.
Dengan demikian, sifat-sifat itu berfungsi sebagai penjelasan mengapa Ketuhanan
hanya milik Allah semata-mata dan mengapa hanya Dia sendiri yang harus
disembah.[26]
D.
Tafsir Surat An-Nisa’
Ayat 48 & 136
1)
Surat An-Nisa’ Ayat 48
¨bÎ) ©!$# w ãÏÿøót br& x8uô³ç ¾ÏmÎ/ ãÏÿøótur $tB tbrß y7Ï9ºs `yJÏ9 âä!$t±o 4 `tBur õ8Îô³ç «!$$Î/ Ïs)sù #utIøù$# $¸JøOÎ) $¸JÏàtã ÇÍÑÈ
Artinya:
48. Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan
Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar.
a)
Asbabun Nuzul
Diketengahkan
oleh Ibnu Abi Hatim dan Thabrani dari Abu Ayyub Al-Anshari, katanya: seorang
laki-laki datang kepada Rasulullah, lalu katanya “saya mempunyai seorang anak
saudara laki-laki yang tidak henti-hentinya mengerjakan yang haram”. Tanya
Rasulullah: apa agamanya?, jawabnya: dia melakukan shalat dan mengesakan Allah.
Sabda Rasulullah “mintalah agamanya itu kepadanya, dan kalau dia keberatan,
maka belilah!. Laki-laki itu pun melakukan sebagaimana yang diperintahkan
Rasulullah tadi, tetapi keponakannya itu menolak. Maka kembalilah laki-laki itu
kepada Rasulullah, katanya “saya lihat ia amat fanatik sekali kepada agamanya.
Maka turunlah surat An-Nisa’: 48.[27]
b)
Munasabah
Di
ayat ini masih berhubungan dengan ayat setelahnya, di ayat ini Allah
menjelaskan tentang kekuasaan Allah dalam hal mengampuni dan tidaknya dosa
seseorang, kemudian di ayat setelahnya juga menjelaskan tentang kekuasaan Allah
dalam hal membersihkan diri seseorang yang dikehendaki-Nya.
c)
Tafsiran
Ada
dua macam syirik kepada Allah:
Pertama,
syirik dalam masalah uluhiyyah, yaitu perasaan akan adanya kekuasaan lain
selain kekuasaan Allah Ta’ala dibelakang sebab-sebab dan sunnah-sunnah alam.
Kedua,
syirik dalam masalah rububiyyah, yaitu mengambil sebagian hukum-hukum agama
yang berupa penghalalan dan pengharaman dari sebagian manusia dengan
meninggalkan wahyu.[28]
Allah
memberitahu bahwa Dia tidak akan mengampuni hamba-Nya yang musyrik dan dapat
mengampuni dosa-dosa selain syirik kepada siapa yang Dia kehendaki dari pada
hamba-hamba-Nya.[29]
Barangsiapa menjadikan sekutu-sekutu Allah Yang Mendirikan langit dan bumi,
baik dengan jalan mengadakan, maupun dengan jalan mengharamkan dan
menghalalkan, sesungguhnya ia telah membuat dosa yang bahayanya sangat besar,
sehingga karena kebesarannya itu seluruh dosa dan kesalahan dipandang kecil. Ia
patut untuk tidak diampuni, sedangkan lainnya dapat hilang dengan pengampunan.[30]
Konteks
ayat ini juga mengandung tuduhan kepada kaum Yahudi sebagai pelaku perbuatan
syirik dan mengandung seruan kepada mereka untuk beriman dan bertauhid secara
murni, meskipun disini tidak disebutkan adanya perkataan atau tindakan mereka
yang dianggap syirik.[31]
2)
Surat An-Nisa’ Ayat 136
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãYÏB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur É=»tFÅ3ø9$#ur Ï%©!$# tA¨tR 4n?tã ¾Ï&Î!qßu É=»tFÅ6ø9$#ur üÏ%©!$# tAtRr& `ÏB ã@ö6s% 4 `tBur öàÿõ3t «!$$Î/ ¾ÏmÏFs3Í´¯»n=tBur ¾ÏmÎ7çFä.ur ¾Ï&Î#ßâur ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# ôs)sù ¨@|Ê Kx»n=|Ê #´Ïèt/ ÇÊÌÏÈ
Artinya:
136. Wahai orang-orang yang beriman,
tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada Kitab yang Allah
turunkan kepada rasul-Nya serta Kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu Telah sesat
sejauh-jauhnya.
a)
Asbabun Nuzul
Di
dalam buku-buku Asbabun Nuzul, saya tidak menemukan asbabun nuzul dalam ayat
ini.
b)
Munasabah
Dalam
ayat sebelum ini, Allah menyuruh kepada orang-orang yang beriman agar jadi
orang yang benar-benar penegak keadilan dan menjadi saksi karena Allah.
Kemudian dalam ayat ini juga menyuruh kepada orang-orang yang beriman agar
tetap beriman kepada Allah, Rasul-Nya, dan kitab-kitab-Nya. Jadi, dalam ayat
ini dan ayat sebelumnya menjelaskan tentang suruhan Allah kepada orang-orang
Mu’min.
c)
Tafsiran
Khitab
ini diarahkan kepada orang-orang Mu’min secara keseluruhannya, dan maknanya
adalah: hendaklah kalian bertambah tenang dan yakin di dalam beriman, dan
berimanlah kalian kepada Rasul-Nya yang merupakan penutup para Nabi, kepada
Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya, dan kepada kitab-kitab yang diturunkan
kepada para Rasul sebelumnya. Sebab, belum pernah Allah membiarkan para
hamba-Nya dalam masa kapanpun dalam keadaan tidak menerima keterangan dan
petunjuk.[32]
Allah
memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mu’min agar tetap beriman
sesempurna-sempurnanya, meliputi iman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan kepada hari kiamat. Sebab orang yang kafir
mengingkari wujudnya Allah, malaikat-malaikat, kitab-kitab serta mengingkari
akan adanya hari kiamat, maka orang yang demikian itu telah sesat sejauh-jauh
kesesatan.[33]
Setelah
memerintahkan supaya beriman kepada apa-apa yang disebutkan diatas, kemudian
Allah mengancam orang yang kafir kepada semua itu. Bahwa sesungguhnya dia telah
tersesat dari jalan haq yang menyelamatkannya di akhirat kelak dari adzab yang
pedih, dan memberinya kesenangan yang abadi.[34]
IV.
ANALISIS
Disini
saya akan menganalisis mengenai Surat Al-Ikhlas, biasanya nama surat di dalam
Al-Qur’an diambilkan dari kata yang ada dalam surat itu, bisa dipermulaan surat
atau ditengah-tengahnya. Tapi, kata-kata dalam surat Al-Ikhlas ini tidak ada
kata “Al-Ikhlas”. Dari ilmu yang saya dapat dari Dosen saya yang ahli
dibidang Ulumul Qur’an dan Tafsir, beliau bernama Ibu Nadzifah, M.S.I., AH.
Beliau mengatakan yang kurang lebihnya seperti ini “surat ini dinamai Al-Ikhlas
meskipun redaksi dalam isi surat ini tidak ada kata-kata Al-Ikhlas, karna arti
dari Al-Ikhlas itu sendiri adalah murni. Kalau dikontekskan pada surat ini,
yaitu karena isi dari surat ini adalah menetapkan keesaan Allah secara murni
dan menafikan segala macam kemusyrikan terhadap-Nya”. Dan mengenai surat
An-Nisa’ ayat 48 diterangkan bahwasanya Allah tidak akan mengampuni dosa
syirik. Maksudnya adalah dosa syirik yang sampai pelakunya mati dia belum
bertaubat, tapi kalau sebelum mati dia sudah bertaubat, maka dosa syiriknya bisa
diampuni. Saya bisa bicara begini karena redaksi yang digunakan dalam ayat itu
adalah “An-Yusyraka”(fi’il mudhari’ yang berarti sedang), bukan
menggunakan fi’il madhi. Disamping itu Dosen Tafsir saya (Ibu Nadzifah) juga
menyatakan demikian.
Dan
dalam Surat Al-Ikhlas diatas, redaksinya menggunakan kata “ahad” bukan “wahid”.
Dari segi bahasa, kata ahad dan wahid memang dari asal kata yang
sama, tapi masing-masing memiliki makna dan penggunaan tersendiri. Kata ahad
hanya digunakan untuk sesuatu yang tidak dapat menerima penambahan, baik dalam
benak apalagi dalam kenyataan, karena itu kata ini ketika berfungsi sebagai
sifat, tidak termasuk dalam rentetan bilangan, berbeda halnya dengan wahid.
Anda dapat menambahnya sehingga menjadi dua, tiga dan seterusnya walaupun
penambahan itu hanya dalam benak pengucap atau pendengarnya. Kalau hubungannya
dalam Al-Qur’an, kata wahid berarti keesaan dzat-Nya, disertai dengan
keragaman sifat-sifat-Nya. Tapi kalau ahad, hanya mengacu pada keesaan
dzat-Nya.
V.
SIMPULAN
Sesungguhnya
Allah itu Maha Esa, Allah adalah tempat bergantung segala sesuatu, Dia tidak
beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tiada sesuatupun yang setara
dengan-Nya. Dan dalam berdoa kita boleh menggunakan Kata Ya Allah atau Ya
Rahman atau nama-nama Allah yang lainnya. Dan dalam berdoa maupun dalam shalat
kita jangan mengeluarkan suara yang keras ataupun suara yang pelan, tapi kita
disuruh untuk melakukan tengah-tengahnya(tidak keras juga tidak pelan). Allah
mengetahui yang ghaib dan yang nyata, dan Dia memiliki segala sifat keagungan
dan kesempurnaan. Dan Allah tidak mengampuni dosa syirik yang sampai mati belum
bertaubat, dan Allah mengampuni dosa yang selain itu. Dan kita sebagai orang
mu’min diperintahkan supaya beriman kepada Allah, Rasul-Nya, Kitab yang
diturunkan kepada Muhammad dan kitab-kitab yang diturunkan sebelum Muhammad.
VI.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan,kami menyadari bahwa
makalah ini masih banyak kekeliruan,untuk itu kami membutuhkan kritik dan saran
bagi para pembaca yang bersifat membangun.Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua. AAMIIN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar