SUMBER
DAYA MANUSIA DAN MASALAH KEPENDUDUKAN
Manusia mampu menggunakan
pengetahuannya yang terdahulu untuk dikombinasikan dengan pengetahuannya yang
baru, bila dibandingkan dengan makhluk lain, tubuh manusia lebih lemah, manusia
tidak dapat terbang seperti burung, tidak dapat berenang seperti buaya, dan
lain-lain, tapi rohaninya (akal budi dan kemauannya) jauh lebih kuat. Dengan
akal budi dan kemauannya, manusia dapat menjadi makhluk yang lebih dari makhluk
lain. Hal ini terbukti, saat ini manusia telah mampu menguasai dunia dan hewan.
Itu semua dapat terjadi karena hanya manusia yang memiliki akal budi dan
kemauan yang keras. Dengan pertolongan akal budinya, manusia menemukan berbagai
cara untuk melindungi dirinya terhadap pengaruh lingkungan yang merugikan. Pada
hakikatnya, perkembangan pikiran manusia didasari dari dorongan rasa ingin tahu
dan ingin memahami serta memecahkan masalah yang dihadapi.[1]
Perkembangan manajemen SDM didorong
oleh beberapa masalah, yaitu:
a) Masalah
ekonomi, yang meliputi:
Ø Semakin
disadari bahwa SDM paling berperan dalam mewujudkan tujuan organisasi, karyawan
dan masyarakat.
Ø Karyawan
akan meningkatkan moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja jika kepuasan
diperoleh dari pekerjaannya.
Ø Terjadinya
persaingan yang tajam untuk mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas antar
organisasi.
b) Masalah
politis, yang meliputi:
Ø HAM
semakin mendapatkan perhatian dan kerja paksa tidak diperkenankan lagi.
Ø Organisasi
buruh semakin banyak dan semakin kuat mengharuskan perhatian lebih baik
terhadap SDM.
Ø Campur
tangan pemerintah dalam mengatur perburuhan semakin banyak.
Ø Adanya
persamaan hak dan keadilan dalam memperoleh kesempatan kerja.
c) Masalah
sosial, yang meliputi:
Ø Timbulnya
pergeseran nilai di dalam masyarakat akibat pendidikan dan kemajuan teknologi.
Ø Berkurangnya
rasa kebanggaan terhadap hasil pekerjaan akibat adanya spesialisasi pekerjaan
yang mendetail.
Ø Semakin
banyak pekerja wanita yang karena kodratnya perlu mendapatkan pengaturan dengan
undang-undang.[2]
Manusia sebagai makhluk berfikir
dibekali hasrat ingin tahu tentang benda dari peristiwa yang terjadi
disekitarnya termasuk juga ingin tahu tentang dirinya sendiri. Rasa ingin tahu
inilah mendorong manusia untuk memahami dan menjelaskan gejala-gejala alam,
baik alam besar maupun alam kecil, serta berusaha memecahkan masalah yang
dihadapi. Setelah tahu apa-nya, meraka ingin tahu bagaimana dan mengapa.
Manusia mampu menggunakan pengetahuannya yang terdahulu untuk dikombinasikan
dengan pengetahuannya yang baru menjadi pengetahuan yang lebih baru. Hal
demikian telah berlangsung berabad-abad, sehingga terjadi penumpukan pengetahuan.
Rasa ingin tahu semacam itu tidak dimiliki oleh hewan. Rasa ingin tahu pada
hewan terbatas pada rasa ingin tahu yang tetap (tidak berubah dari zaman ke
zaman). Rasa ingin tahu pada manusia
tidak sama. Rasa ingin tahunya terus berkembang seakan tidak ada batasnya. Hal
ini mengakibatkan perbendaharaan pengetahuan manusia semakin bertambah, tidak
saja meliputi kebutuhan, tapi juga sampai kepada hal-hal yang menyangkut
keindahan. Manusia sebagai makhluk berfikir dibekali hasrat ingin tahu terhadap
benda dan semua peristiwa yang terjadi di sekitarnya, bahkan juga ingin tahu
terhadap dirinya sendiri.[3]
Masalah lingkungan hidup dan
kependudukan, yaitu masalah pencemaran lingkungan fisik, desertifikasi,
deforestasi, overs eksploitasi terhadap sumber-sumber alam, serta berbagai
fenomena degradasi ekologis semakin hari semakin menunjukkan peningkatan yang
signifikan. Keprihatinan ini tidak saja memberikan agenda penanganan masalah
lingkungan yang bijak, namun juga warning bagi kehidupan, bahwa kondisi
lingkungan hidup sedang berada pada tahap memprihatinkan. Seandainya tidak
dilakukan upaya penanggulangan secara serius, maka dalam jangka waktu tertentu
kehidupan ini akan musnah. Padatnya penduduk suatu daerah akan menyebabkan
ruang gerak suatu daerah semakin terciut, dan hal ini disebabkan manusia
merupakan bagian integral dari ekosistem, dimana manusia hidup dengan
mengeksploitasi lingkungannya. Pertumbuhan penduduk yang cepat meningkatkan
permintaan terhadap sumber daya alam. Pada saat yang sama meningkatnya konsumsi
yang disebabkan oleh membengkaknya jumlah penduduk yang pada akhirnya akan
berpengaruh pada semakin berkurangnya produktifitas sumber daya alam. Faktor
lingkungan selalau mengalami perubahan. Perubahan ini dapat terjadi secara
tiba-tiba ataupun secara perlahan-lahan. Manusia dengan pengetahuannya mampu
mengubah keadaan lingkungan sehingga menguntungkan dirinya guna memenuhi
kebutuhannya.[4]
Mula-mula pengaruh manusia terhadap
lingkungannya dan keselarasannya ini tidaklah terlalu besar, alam masih sanggup
membuat keseimbangan baru akibat perubahan yang dibuat manusia. Namun apa yang
terjadi kemudian sangatlah mencemaskan kita semua. Manusia karena evolusi
kebudayaannya melahirkan ilmu dan teknologi yang kadang-kadang, sekalipun belum
dikuasai sepenuhnya telah digunakan secara luas, sehingga bukanlah hal yang
mustahil, hal ini justru menghancurkan kemampuan alam untuk memulihkan diri.
Akibatnya lingkungan tidak lagi mendukung kehidupan, akhirnya berhenti pula
manusia sebagai penduduk bumi. Dengan
ilmu dan teknologi, kemampuan manusia untuk mengubah lingkungan semakin besar.
Mulailah manusia melepaskan diri dari ketergantungan pada alam sekitarnya, dia
merasa bahwa alam diciptakan untuk manusia dan karena itu alam haruslah
ditaklukkan untuk kepentingannya. Dilain pihak kemajuan-kemajuan dalam bidang
kebudayaan telah pula menambah kebutuhan manusia. Terlihat bahwa populasi
manusia yang berkembang dengan pesat ini, di dampingi oleh perubahan lingkungan
yang terus menerus, akhirnya perlu mendapatkan perhatian dan tindakan bersama
yang terencana dan terkoordinir, sehingga janganlah sampai menjurus ke arah
yang dapat membahayakan kelangsungan hidup manusia itu sendiri.[5]
Pada kenyataannya sekarang, tidak
semua negara memiliki kekayaan sumber daya alam yang sama. Hal ini disebabkan
antara lain karena penyebaran SDA di bumi ini tidaklah merata, disamping itu
pula jumlah penduduk suatu negara dan kemampuan teknologi yang dimilikinya
turut mempengaruhi kemakmuran suatu negara. Cepat atau lambat habisnya SDA
tersebut tergantung jumlah pemakainya, yaitu penduduk bumi ini. Kemiskinan
merupakan ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan materiil dasar
berdasarkan standar tertentu. Adapun standar ini lebih dikenal dengan garis
kemiskinan, yaitu tingkat pengeluaran atas kebutuhan pokok yang meliputi
sandang, pangan, papan secara layak. Upaya-upaya yang dapat diterapkan untuk
menanggulangi kemiskinan:
Ø Meningkatkan
sumber daya ekonomi yang dimiliki penduduk miskin.
Ø Memberikan
program penyuluhan dan pembekalan keterampilan.
Ø Menyediakan
pasar-pasar bagi penjualan produksi penduduk pasar.[6]
Besarnya
penduduk di suatu negara sering menjadi problem yang dilematis. Di satu sisi,
besarnya jumlah penduduk merupakan modal dasar dan potensi. Namun di sisi lain,
penduduk yang besar sering menimbulkan banyak masalah. Misalnya terkait masalah
kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial, dan lain-lain.Fakta tingginya angka
pertumbuhan penduduk akan menimbulkan berbagai konsekuensi. pertumbuhan
penduduk harus mampu dikendalikan. Untuk itu, perencanaan pembangunan harus
menjadikan profil kependudukan sebagai dasar utama dalam menentukan arah,
sasaran, dan prioritas pembangunan. Fenomena besarnya jumlah penduduk dengan
kualitas rendah dan pertumbuhan yang cepat akan menjadi ancaman bagi
keberhasilan pembangunan lainnya. Berbagai bukti empiris menunjukkan bahwa
kemampuan bangsa ditentukan oleh kualitas SDM, bukan melimpahnya sumber daya
alam. Upaya mewujudkan bangsa yang berdaya saing adalah dengan mengendalikan
jumlah dan laju pertumbuhan penduduk serta lebih memperhatikan pendidikan.[7]
80 persen kemajuan ekonomi ditentukan oleh kualitas
SDM, bukan oleh SDA yang melimpah. Pertumbuhan ekonomi tidak akan berjalan tanpa dukungan SDM memadai
dan berkualitas. pembangunan kualitas SDM sendiri juga tak akan terwujud tanpa
adanya pertumbuhan ekonomi. Dan, keduanya tak akan terjadi tanpa adanya upaya
mengendalikan jumlah penduduk yang besar itu sendiri. Tidak adanya sinergi kebijakan lintas sektor mengakibatkan
ketidakmampuan menyediakan lapangan kerja produktif sehingga tak terjadi
peningkatan pendapatan per kapita dan akumulasi tabungan rumah tangga
(household saving) yang kemudian bisa diinvestasikan kembali untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja. Singkatnya, bonus demografi hanya akan
terjadi kalau ada upaya rekayasa demografi yang dibarengi dengan peningkatan
kualitas SDM (human capital deepening). Kualitas ini bukan hanya menyangkut
pendidikan, tetapi juga aspek gizi, kesehatan, dan soft skill sehingga
pendekatan kebijakannya juga harus life cycle approach dan lintas sektor karena
investasi modal manusia ini sifatnya investasi sosial jangka panjang yang hasilnya
(return on investment) baru akan bisa dinikmati dalam 30 tahun. Sebab-sebab
permintaan SDM adalah:
1.
Faktor
Internal
Faktor internal
adalah kondisi persiapan dan kesiapan SDM sebuah organisasi/perusahaan dalam
melakukan operasional bisnis pada masa sekarang dan untuk mengantisipasi
perkembangannya dimasa depan. Dengan kata lain faktor internal adalah alasan
permintaan SDM, yang bersumber dari kekurangan SDM didalam organisasi/perusahaan
yang melaksanakan bisnisnya, yang menyebabkan diperlukan penambahan jumlah SDM.
Alasan ini terdiri dari:
Ø Faktor Rencana Strategik dan rencana operasional
Ø Faktor prediksi produk dan penjualan
Ø Faktor pembiayaan (cost) SDM
Ø Faktor pembukaan bisnis baru (pengembangan bisnis)
Ø Faktor desain Organisasi dan Desain Pekerjaan
Ø Faktor keterbukaan dan keikutsertaan manajer
2.
Faktor
Eksternal
Faktor
eksternal adalah kondisi lingkungan bisnis yang berada diluar kendali
perusahaan yang berpengaruh pada rencana strategic dan rencana operasional,
sehingga langsung atau tidak langsung berpengaruh pada perencanaan SDM. Faktor
eksternal tersebut pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai sebab atau alasan
permintaan SDM dilingkungan sebuah organisasi/perusahaan. Sebab atau alasan
terdiri dari:
Ø Faktor Ekonomi Nasional dan Internasional (Global)
Ø Faktor Sosial, Politik dan Hukum
Ø Faktor Teknologi
Ø Faktor Pasar Tenaga Kerja dan Pesaing
3.
Faktor
Ketenagakerjaan
Faktor ini
adalah kondisi tenaga kerja (SDM) yang dimiliki perusahaan sekarang dan
prediksinya dimasa depan yang berpengaruh pada permintaan tenaga kerja baru.
Kondisi tersebut dapat diketahui dari hasil audit SDM dan Sistem Informasi SDM
(SISDM) sebagai bagian dari Sistem Informasi manajemen (SIM) sebuah
organisasi/perusahaan.[8]
Mutu sumber daya
manusia pada suatu negara dapat dilihat dari tingkat pendapatan, tingkat pendidikan
dan tingkat kesehatannya:
a.
Tingkat
Pendapatan Penduduk
Untuk melihat
tingkat pendapatan biasanya diukur dari besarnya pendapatan per kapita.
Pendapatan per kapita yaitu pendapatan yang diperoleh rata-rata tiap penduduk
selama satu tahun. Pendapatan itu dihitung dari pendapatan nasional secara
keseluruhan dibagi dengan jumlah penduduk.
b.
Tingkat
Pendidikan Penduduk
Tingkat
pendidikan berkaitan erat dengan kemampuan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi. Bidang pendidikan merupakan kunci utama kemajuan sebab melalui jalur
pendidikan dapat mempercepat proses alih teknologi dari negara maju dan juga
mendorong penemuan teknologi baru. Tingkat pendidikan penduduk yang tinggi
memungkinkan penduduk dapat mengolah sumber daya alam dengan baik sehingga
kesejahteraan penduduk dapat segera diwujudkan.
c.
Tingkat
Kesehatan Penduduk
Produktivitas
seseorang sangat ditentukan oleh tingkat kesehatannya. Tingkat kesehatan suatu
negara dapat dilihat dari besarnya angka kematian, terutama kematian bayi dan
ibu saat melahirkan. Kesehatan berkaitan
erat dengan pemenuhan kebutuhan pangan, sandang dan papan. Apabila salah satu
kebutuhan tidak terpenuhi maka dapat terganggulah kesehatannya. Rendahnya
kualitas kesehatan penduduk umumnya disebabkan oleh: lingkungan tidak sehat,
gizi makanan yang rendah dan adanya penyakit-penyakit menular.[9]
DAFTAR PUSTAKA
[1] Safari, Ahmad, “Perkembangan Pola Pikir Manusia”,
http://bumikupijak.com/article/knowledge/html.
[2] Anonbig, “Manajemen
SDM”, http://tuloe.wordpress.com.
[3] Purnama, Hari, 2003. Ilmu
Alamiah Dasar, Jakarta: Rineka Cipta.
[4] Jasin, Maskoeri, 1998. Ilmu
Alamiah Dasar, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
[5] Emeritus,
“Overpopulation”, http://en.wikipedia.org/wiki/.
[6] Wahid, Abdul, “Permasalahan Kependudukan
Berkaitan Dengan Kuantitas Penduduk Dan Cara Penanggulangannya”, http;//meetabied.wordpress.com.
[7] “SDM Berkualitas Demi Persaingan Global”, http://kesehatan.kompas.com/read/2009/06/23/17373378/.
[9] Raharjo, Eko, 2000. Sumber Daya Manusia,
Jakarta: Yudhistira.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar